Minggu, 20 April 2014

FIGHT BACK

TS gendeng itu disaat buat cerita alurnya kek orang maen bola. Pertama tamanya adem ayem akhirnya meriah kek suporter nungguin goal :v  njir TS gendeng #slap

FIGHT BACK
SUR+A/2014
 
                Hari ini hari dimana kehidupanku yang baru dimulai. Matahari pagi sedikit demi sedikit mulai menyinari dunia. Sinarnya membuatku terbangun dari mimpi indahku. Aku mulai beranjak dari tempat tidurku yang empuk.  Mataku yang masih setengah mengantuk ini memaksakan untuk membuka lebar demi memulai lembaran baru.
                Kusambar handuk biru tebal yang berada di lemari lalu berjalan mengarah ke kamar mandi. Aku memerlukan setengah jam untuk membersihkan diri dan sekitar 15 menit untuk merapikan diri. Sembari berfikir tentang bagaimana nanti aku disekolah baruku. Tetapi tak kusangka itu membuatku butuh waktu lama untuk keluar dari kamar mandi dan segera berlari kecil mengambil seragam dan sepatu. Oh Tuhan, aku tak mungkin telat di hari pertama. Aku membubuhi sedikit bedak diarea pipi dan mengoleskan lip blam di bibir tipisku. Tak lupa aku mengambil tas merahku yang terpanjang di sebelah meja rias. Lalu aku berlari terbirit birit,  menuruni tangga dan berjalan menuju ruang makan layaknya nona muda.
***
                Aku berjalan menuju tempat duduk yang biasa ku duduki sembari tersenyum. ‘’Pagi semua’’ sapaku lembut.
                ‘’Pagi, sayang. Hari ini kamu ingin makan roti isi atau nasi goreng?’’tanya Ibuku yang sedang menyiapkan sarapan  untuk Ayahku yang sedang sibuk membaca koran-nya.
                ‘’Apa saja, karena aku nggak mau telat di hari pertama’’ senyumku.
                ‘’Yaudah, kamu makan roti ya? Susunya juga diminum lho!’’kata Ibuku sembari memberikanku 2 lembar roti yang sudah dioleskan selai cokelat.
                ‘’Terimakasih Mama’’kataku sembari menerima 2 lembar roti tersebut.
                Tiba tiba Ayahku menutup korannya dan mulai memakan rotinya dengan cepat. Ia lalu meneguk susu sapinya dan mulai menghela nafas.
                ‘’Kamu yakin ingin sekolah? Papa tak memaksa kok, kamu masih bisa Homeschooling lagi’’ kata Ayahku sembari membetulkan kacamatanya.
                Aku menggelengkan kepala sebagai tanda jika aku menolaknya.  ‘’Aku akan baik baik saja’’senyumku.
                Ayahku kembali menghela nafas lalu melirik kearah jam tangannya. ‘’Ririn sudah waktunya’’ Ia lalu menunjuk kearah jam dinding yang berada tak jauh dari ruang makan.
                Aku mulai melahap 2 lembar roti pemberian Ibuku dan meneguk segelas susu layaknya orang yang sudah tidak menyantap makanan berminggu – minggu. Lalu aku mulai beranjak dari tempat dudukku. ‘’Ririn berangkat ya?’’ kataku sembari melambaikan tangan dan berlari lari kecil menunggu respon dari kedua orangtuaku.
                ‘’Hati hati dijalan ya, Ririn!’’ kata Ibuku.
                 Wajahku mulai terukir senyuman yang lebar dan mulai menambah kecepatanku berlari menuju mobil hitam yang sudah lama menunggu kehadiranku.
                 ‘’Selamat pagi, Nona’’ sapa Pak Tono, sopir keluargaku.
                 ‘’Pagi, Pak Tono’’ Senyumku.
                ‘’Hari ini nona tampak ceria sekali’’ katanya sembari membukakan pintu mobil.
                Aku mengangguk, ‘’Ya, aku tidak sabar belajar di sekolahku yang baru’’.
                Pak Tono hanya tersenyum sembari mempersilahkanku untuk masuk ke mobil hitam yang akan membawaku menuju sekolah baruku. Aku tidak sabar untuk bisa mewarnai hari hariku disana.
***
                 Mobil berhenti didepan gerbang sekolah yang bertuliskan ‘Sekolah Menengah Pertama 12 Carita’. Ketika jarum pendek mengarah ke angka 6, untuk pertama kalinya aku melangkahkan kakiku ke sekolah-ku yang baru. Tak lupa-ku berterima kasih kepada Pak Tono karena t’lah mengantarkanku ke sekolah-ku yang baru dari kejauhan.
                Dengan senyum lebar aku berjalan menyusuri taman yang luas, dihiasi oleh berbagai jenis tanaman yang dirawat dengan baik. Hewan hewan seperti kucing, kelinci, dan anjing milik sekolah bermain dengan rianngnya hingga mereka tak sadar jika mereka berlari hanya mengelilingi-ku sehingga aku tak mampu untuk bergerak.
                ‘’Aih, lucunya’’kataku sembari mengelus anjing yang memiliki bulu berwarna cokelat muda.
                Aku duduk diantara mereka sembari mengelus mereka dengan pelan. Jika dilihat dengan seksama, mereka mempunyai kalung leher yang bertuliskan nama masing masing.
                ‘’Herry’’kataku sembari tangan kanan mengelus Anjing yang memiliki bulu berwarna cokelat muda.
                ‘’Merry’’ kataku sembari tangan kiri mengelus kucing yang mempunyai mata berwana biru dengan bulu berwarna putih bersih.
                ‘’Carlos’’senyumkuu. Lalu kelinci yang berwarna putih kecokelatan itu naik ke pangkuanku, disusul oleh kucing yang berwarna putih, hitam dan cokelat muda.
                Aku tertawa kecil melihat tingkah kucing yang satu ini, ‘’Alpha’’.
                 Aku terus bermain dengan mereka, hingga tak menyadari bahwa taman pada saat itu sudah mulai ramai dengan hewan hewan lainnya dan anak anak perempuan yang melakukan berbagai kegiatan.
                ‘Ini adalah surga bagiku’pikirku.
                Tiba tiba saja Carlos turun dari pangkuanku dan melompat lompat menuju seseorang wanita yang memakai kacamata hello kitty dengan rambut yang ditata seperti ombak yang besar. Ia menatapku tajam sembari menggendong Carlos dipelukannya.
                Aku sebenarnya tidak tahan menahan tawa ketika melihat penampilan wanita tersebut. Tetapi aku memaksakan untuk tidak melakukannya karena aku menyangka bahwa ia adalah seorang guru. Aku menutupi mulutku dengan tangan kananku.
                 ‘’Jika kamu ingin tertawa, tertawalah. Yang menata ini bukan saya sendiri. Saya menjadi bahan eksperimen anak anak perempuan yang sedang mempelajari model rambut dan fashion. Tetapi sepertinya gagal’’ katanya sembari tertawa kecil. Ia mengelus Carlos dengan lembut. ‘’Kau anak baru?’’tanyanya.
                Aku menganggukkan kepala dengan pelan. Wanita itu tersenyum sembari membantuku untuk berdiri.
                ‘’Pantas Madam belum pernah melihat anak perempuan yang berambut cokelat keemasan disini. Namamu siapa? Oh iya, maafkan Madam belum memperkenalkan diri. Nama Madam Carlos, sama seperti kelinci ini’’katanya memperkenalkan diri  sembari mengulurkan tangan tangannya.
                Dengan takut takutnya aku menjabar tangan Madam Carlos, ‘’Namaku Roselia Puririn. Biasanya saya dipanggil Ririn’’kataku memperkenalkan diriku dengan panik.  ‘Aduuh aku memalukan sekali’ pikirku sembari melepaskan jabatanku.
                Madam Carlos hanya tertawa kecil dan melepaskan Carlos, ‘’Ayo, ikut Madam ke ruang guru’’ senyumnya. Lalu ia berjalan mengarah gedung sekolah.
                Aku mengangguk sembari berjalan mengikutinya.
                Guru guru disini sepertinya baik, sekolah-nya menyenangkan. Disini banyak hewan yang bisa diajak bermain. Tempatnya sejuk, bebas polusi. Ayahku memang tidak salah memilih sekolah untukku. Semoga hal ‘itu’ tidak terjadi lagi dikehidupanku.
***
                 Madam Carlos memasuki ruang guru yang penuh dengan guru guru perempuan yang sedang melakukan kegiatan yang berbeda beda.
                 ‘’Ririn, tunggu disini ya? Madam akan mengambil berkas Madam dan kita akan langsung pergi ke kelasmu yang baru, oke?’’katanya sembari mengelus kepalaku. Madam Carlos berjalan meninggalkanku menuju meja yang berada dekat dengan jendela.
                 Aku hanya bisa diam ditempat menjadi sorotan guru guru yang berada disana. ‘’Emmm’’ ‘Oh Tuhan, apakah ada yang aneh dari caraku berpakaianku? Apakah tingkah lakuku aneh? Tuhan, beritahu aku apa kesalahanku saat ini?’
                Guru yang memakai baju training Hijau bergaris berjalan mendekatiku. ‘’Siapa namamu?’’tanyanya.
                 Pikiranku nggak karuan, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku merasakan ada burung burung yang terbang mengitari kepalaku. Aku salah tingkah, ‘’Na-na-nam—aaakuu Ros—seliii—aaa Pu—Ri-ri-rin’’. Aduh malunya.
                 Guru yang diduga adalah guru olahra tertawa terbahak bahak sembari mengguncang guncangkan badanku dengan kencang membuatku sedikit pusing. ‘’Aduh lucunya. Madam adalah guru olahraga kelas 2 disini. Nama Madam adalah Jessie, Madam Jessie’’katanya menepuk nepuk pundakku.
                  Lalu wanita yang memunyai mata berwana biru dan rambut pirang berjalan mendekati kami. ‘’Hello, Ririn. I’m your english Teacher here. You can call me Madam Elsa’’ katanya memperkenalkan diri.
                  ‘’Ni-nicee-ee To Me-eet yo-u Ma-ma-dam El-sa’’kataku. Wajahku mulai memerah ketika menyadari bahwa banyak guru yang mendatangiku dan memperkenalkan diri. Mereka menanyakan hal hal yang berbau keseharianku. Oh Tuhan, tolong selamatkan aku.
                ‘’Hai guru guru yang disini, apakah kalian tidak mempunyai pekerjaan lain selain mengerjai anak baru ini?’’tanya Madam Carlos menyelamatkanku. Ia menjauhkanku dari guru guru yang tidak kehabisan bahan untuk membuatku salah tinkah. 
                Tiba tiba bel yang menandai bahwa pelajaran pertama akan dimulai berbunyi. ‘’Tuh bel jam pelajaran pertama sudah dimulai’’senyumnya yang terus melindungiku.
                ‘’Eee, tapi kita masih ingin mengobrol dengan anggota baru disekolah ini’’kata Madam Jessie.
                 ‘’Ibu sudah mendapatkan berkasnya, ayo kita kabur!’’katanya padaku sembari menarikku keluar dari ruang guru. Lalu ia menurunkan kecepatan dan berjalan seperti biasa.
                  ‘’Maaf’’katanya dengan nafas terengah engah. ‘’Seharusnya kita tidak berlari..’’
                 ‘’Tidak, ini bukan salah Madam. Lihat tidak ada yang lihat, karena anak anak disekolah ini pasti sudah memasuki kelas masing masing. Tidak akan ada yang melapor kok, Madam tidak akan dihukum’’panikku.
                 ‘’Bukan karena dilarang, tapi karena Madam kecapean karena berlari seperti tadi’’katanya dengan nafas terengah engah. Ia berusaha mengatur nafasnya sedangkan aku hanya menatapinya.
                 ‘’ Terimakasih telah menolongku, Madam Carlos’’senyumku.
                 ‘’Tidak apa apa, itu sudah menjadi tugas guru untuk menyalamatkan muridnya. Maaf ya tingkah guru guru disini memang seperti itu jika menemukan mainan baru’’katanya.
  Mainan baru!???
                ‘’Maksud Madam apa dengan ‘mainan baru’?’’tanyaku sembari berharap itu bukan hal yang aneh.
                ‘’Guru guru disini itu hampir semuanya lolicon, dan mereka akan senang jika melihat mainan baru dengan tingkah yang lucu seperti kamu’’jawabnya dengan santai.
                Bulu kudukku mulai merinding.
                Madam Carlos mulai berjalan memasuki kelas yang akan menjadi kelasku hari itu. Suasana yang tadinya ricuh menjadi diam sesaat ketika mendengar hentakan kaki Madam Carlos. Lagi lagi aku menjadi sorotan anak perempuan yang berada di kelas saat itu. Aku sangat gugup hingga membuatku menelan ludahku sendiri.
                ‘’Halo anak anak, perkenalkan anak baru di sekolah kita’’kata Madam Carlos dengan ceria. ‘’Ayo Ririn perkenalkan dirimu’’
                Aku menganggukkan kepala, lalu mengambil spidol berwarna hitam dan menuliskan nama lengkapku. Aku membalikkan badanku menghadap mading kelas.
                ‘’Namaku Roselia Puririn, kalian bisa memanggilku Ririn. Senang berkenalan dengan kalian’’panikku sembari membungkkukan badan.
                Keadaan kelas pada saat itu sangat sunyi setelah aku memperkenalkan diri. Lalu aku mengangkat kepalaku. Semuanya tertawa terbahak bahak.
                ‘’Ehm ehm, tata krama tata krama’’kata Madam Carlos memperingatkan.
                ‘’Maaf, Madam Carlos’’seru semua anak perempuan di kelas tersebut.
                ‘’Nah, Ririn. Kamu duduk  diii-. Nah kamu duduk di bangku kosong yang letaknya paling belakang. Tenang kok, nanti tempat duduknya akan diundi kembali. Jadi kamu tenang saja, ya?’’kata Madam Carlos menunjukkan tempat duduk yang tidak diduduki siapapun.
                 Aku berjalan menuju bangku kosong tersebut, lalu menepatinya.
                 ‘’Perkenalannya nanti saja ya? Sekarang kita akan belajar tentang Seni’’kata Madam Carlos sembari membuka berkas berkasnnya.
                 ‘’Lho Madam, rambutnya gaya baru?’’tawa salah satu anak perempuan yang letak tempat duduknya berada di pojok dekat dengan jendela barisan pertama.
                ‘’ Ini? Iya, biar sesuatu’’kata Madam sembari memegang megang rambut yang berbentuk gelombang laut tersebut.
  ‘’Lalu kacamatanya?’’
                ‘’Biar gaul seperti kalian’’jawab Madam dengan santai.
  Seisi kelas langsung tertawa kembali.
                 ‘’Oke oke, ssttt! Nah kita mulai pelajarannya ya?’’
***
                Bel berbunyi 3 kali menandakan istirahat makan siang dimulai. Anak anak perempuan seisi kelas mulai meninggalkan kelas. Tetapi aku masih duduk di tempatku sembari menyantap makanan yang yang kubawa dari rumah. Ketika berada disuapan terakhir. Ada seseorang anak yang letaknya berada disebelahku menghampiriku. Ia mempunyai rambut pendek seperti rambut anak laki laki kebanyakan.
                 ‘’Hai anak baru, namaku Jeniver Zenissa. Kamu bisa memanggilku Jeniver’’katanya sembari mengulurkan tangan kanannya.
                Aku mengusap mulutku dengan sapu tangan yang berwarna putih dengan corak bunga sakura dan garis garis. ‘’Halo, namaku Roselia Puririn. Kamu bisa memanggilku Ririn’’senyumku sembari menjabat tangannya.
                 ‘’Teehee’’
                 ‘’?’’
                 ‘’Enggak apa apa, padahal tadinya mau ke kantin tetapi malah keasyikan memperhatikan kamu yang makan dengan lahapnya’’senyumnya.
  Wajahku memerah seperti kepiting rebus. ‘’Nnghh, kamu ini perempuan kan’?’’tanyaku.
                 ‘’Aku ini cewek tulen kok’’jawabnya sembari mengusap kepalaku. ‘’Penampilanku memang sudah begini sejak kecil sih, jadi kebiasaan. Aku masuk kesini agar bisa mengubah perilakuku, tapi gak berhasil’’ia tersenyum sembari memukul kepalanya pelan.
                 ‘’Tapi aku suka dirimu yang seperti ini...’’kataku dengan malu. Aku membereskan tempat makananku dam memasukkan kedalam tas. 
‘’Andai aku ini cowok.. Mungkin aku akan jatuh cinta padamu’’katanya sembari mencium tanganku. ‘’Tapi aku sudah menyukaimu dari pertama kali melihatmu, kamu mau enggak pindah  ke Amerika lalu kita menikah disana?’’senyumnya.
                ‘’Eeeee’’panikku. Aku salah tingkah, padahal Jeniver itu adalah anak perempuan. Ingat dia adalah anak perempuan!
                ‘’Aih, tingkah lakumu lucu’’katanya sembari memelukku dengan erat.
                Wajahku kembali memerah layaknya air mendidih.
                 Kelas itu sangat sepi saat itu. Hanya kami berdua. Hanya ada suara detakan jam dinding. Aku kehilangan kata kata. Aku tahu kami ini adalah sesama perempuan, tapi entah mengapa ini lain dari yang seharusnya. Perasaan apa ini?
                Aku  tidak bisa melepaskan pelukannya, dan memutuskan untuk melirik kearah jendela. Aku menyadari ada seseorang yang datang. Ia melihat kami, lalu memasuki kelas.
                ‘’Astaga, maafkan dia ya? Ririn’’kata perempuan itu sembari memisahkan kami.
                ‘’Tidak apa apa, aku anggap itu adalah pelukan antar teman’’senyumku.
                ‘’Teman? Akh! Aku merasakan ada yang menancap di jantungku’’kata Jeniver sembari mengelus ngelus badannya.
                 ‘’Maaf jika dia sedikit lebay, anak ini adalah anggota klub drama’’katanya sembari menarik narik kedua pipi Jeniver. ‘’Namaku Hera Dandelion. Namaku memang aneh, tapi aku tidak bisa membencinya’’katanya sembari membetulkan kacamatanya.
                ‘’Namaku Roselia Puririn’’kataku memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan kananku.
  ‘’Aku sudah mendengarkannya disaat Ririn memperkankan diri didepan. Senang berkenalan denganmu’’katanya sembari menjabat tanganku.
                ‘’Aku juga’’
***
 ‘ Dear diary
                3 bulan setelah kedatangaku di sekolah putri carita. Teman temanku semakin banyak, ada yang berasal dari kelas lain. Aku sangat bersyukur telah memasuki sekolah ini. Semoga kebahagiaan ini tidak akan berakhir. ‘
                Aku menutup buku diary-ku. Aku memang jarang menulis diary, karena aku hanya menulis hal penting dalam hidupku. Tetapi s’lama 3 bulan ini aku mulai menulis diary lagi. Aku menuangkan semua kebahagiaan yang aku rasakan melewati tulisan.
                Aku sempat membuka buku diary-ku yang lama. T’lah kusam dimakan usia. Berwarna merah muda dan corak wajah dengan senyuman. Tetapi isinya berbeda dengan covernya. Aku bukanlah ‘aku’ yang dulu.
***
                Hari sudah memasuki bulan April. Aku melempar kalendar kecilku ke lantai. Sembari membaringkan badanku ke ranjang. Tangan kiriku mengusap keningku, bisa kurasakan rasa panas dengan tangan kiri-ku dan masih bisa kurasakan rasa panas itu berada di sekujur tubuhku. Penyakit ini memaksaku untuk tetap diam di rumah. Ini sangat membosankan.
                Aku hanya bisa menatap keadaan luar melewati jendela, banyak kendaraan lalu lalang. Entah itu sepedah, kendaraan bermotor bahkan odong odong.
                 ‘’Aih jadi ingat masa kecil..’’kataku sembari memerhatikan gerak gerik odong odong tersebut hingga ia menghilang dari hadapanku. ‘’Jadi pengen naik odong odong, rindu sama lagu anak anak yang selalu diputar setiap ada anak kecil yang menaikinya. Aku masih bisa naik odong odong nggak ya?’’kataku sembari tertawa kecil.
                Terdengar suara pintu yang diketuk ketuk dengan pelan. ‘’Non..’’seru Mbok Inem yang berada di luar kamar.
                ‘’Masuklah’’jawabku.
                Mbok Inem berjalan memasuki kamar sembari meletakkan nampan yang diatasnya ada makanan, segelas air putih, buah, dan obat obatan. dimeja yang letaknya disebelah ranjangku. ‘’Non, ini dimakan ya?’’
  Aku mengangguk. ‘’Mbok,  Mama kemana?’’ tanyaku.
                ‘’Nyonya pergi belanja dengan teman temannya. Tetapi beliau bilang obat-nya harus  diminum, dan makanannya dimakan’’kata Mbok Inem.
                Aku tertawa kecil, ‘’Aku kan’ bukan anak kecil lagi... Yaudah, Mbok bisa pergi sekarang. Tenang makanannya akan kumakan’’.
                ‘’Kalo begitu, Mbok pergi ya?’’kata Mbok yang berbalik badan dan berjalan keluar dan menutup pintu.
                Aku memeriksa nampan yang berisi makanan, buah jeruk, segelas air dan obat obatan. ‘’1, 2, 3, 4.. Aih kok obatnya banyak ya?’’ kagetku ketika sedang menghitung obat obatannya.  ‘’Aku harus minum semua obat – obat ini?’’. Aku terdiam sejenak. ‘’Obat – obat ini  pasti pahit!’’
                Aku menghela nafas panjang. ‘’Tapi jika aku tidak meminumnya, besok aku tidak bisa bertemu mereka lagi’’kataku sembari menatap langit langit.
  ‘’Yosh’’
***
                Keesokan harinya, penyakitku mulai menghilang. Dan aku merasa hari ini aku bisa pergi ke sekolah.  Sehingga aku mulai melakukan kegiatan seperti biasa, mandi, merapikan diri... dan kegiatan lainnya.
                Aku mulai menuruni tangga satu demi satu agar tidak terjatuh. Lalu berlari lari kecil menuju ruang makan.
                ‘’Pagi Ma, Pa!’’sapaku sembari duduk ditempatku biasa duduk. Aku menyambar 2 helai roti tawar dan mengoleskannya 1 sendok selai cokelat ke masing masing helai dan menggabungkannya jadi satu.
                ‘’Ririn, panasmu sudah turun?’’tanya Ibuku.
                Aku menganggukkan kepala. Lalu aku melahap 2 helai roti tawar yang kugabungkan.
                ‘’Kau yakin?’’tanyanya lagi. Ia berjalan menghampiriku untuk memeriksa apakah aku baik baik saja atau tidak.
                ‘’Panasnya sudah turun sih.. Tapi obatnya masih harus diminum ya?’’senyum Ibuku sembari memberiki 4 tablet obat yang mempunyai rasa pahit.
                ‘’Ririn sakit? Sakit apa?’’tanya Ayahku memukul meja makan.  ‘’Kenapa kalian tidak meneleponku disaat aku pergi kemarin??? Kan’ Papa bisa membawa pekerjaan Papa kesini’’panik Ayahku.
                ‘’Eeeh, jika kamu tidak bekerja dengan baik. Anakmu mau dikasih makan apa, Tony?’’tanya Ibuku sembari mengusap kepalaku dengan lembut lalu pergi ke tempat semula.
                ‘’Keluarga lebih penting!’’bentak Ayahku. ‘’Aku tidak  mau ‘My Little Angel’-ku kenapa kenapa... Ayo kita kerumah sakit sekarang!’’kata Ayahku yang dramatis.
                ‘’Tapi aku nggak apa apa kok’’senyumku.
                ‘’Jadi Pria jangan sok dramatis deh’’kesal Ibuku sembari memukul Ayah pelan.
                Ayahku terdiam sejenak lalu meraih tangan Ibuku dan menciumnya. ‘’Tangan ini... Ketika tangan ini memukul kepalaku yang sekeras batu kesakitan ya? Maafkan aku’’sedih Ayahku.
                ‘’Nggak usah lebay!’’senyum Ibuku sembari memukul kepala Ayahku sedikit keras.
                ‘’Tuh kan’ pasti tambah sakit..’’
                ‘’Tony, kamu tahu kan’ akibatnya jika membuatku marah?’’kesal Ibuku.
                Sembari melihat mereka bertengkar aku menyantap 2 helai roti tawar yang sudah diolesi selai cokelat dengan tenang. Lalu aku menuangkan segelas susu dan meminumnya. Aku mengelap mulutku dengan selembar tisu yang berada tak jauh dari kawasanku.
                ‘’Aku berangkat ya?’’kataku sembari berlari lari kecil menuju pintu keluar.
                Aku tidak tertarik dengan opera sabun bergenre romance yang bercerita tentang suami istri mempunyai happy ending. Tetapi mempunyai bumbu comedy didalamnya. Merusak suasana, apakah nanti jika aku sudah berkeluarga juga seperti itu?
                Aku berjalan mendekati mobil hitam yang biasaanya mengantarkanku ke sekolah.
                ‘’Nona, mobil sudah siap’’kata Pak Tono sembari mempersilahkanku untuk masuk.
                ‘’Terimakasih, Pak Tono’’senyumku sembari memasuki mobil.
                ‘’Sama – sama, Nona’’senyumnya sembari menutup pintu mobil agak keras sehingga bisa tertutup rapat.
***
                Mobil hitam yang kunaiki kini sudah berhenti didepan sekolah yang sudah menerimaku dengan baik. Setelah 1 hari lamanya aku tidak bisa mengikuti pelajaran dan menyapa teman temanku, ada rasa kangen yang mendalam. Padahal hanya 1 hari, tetapi entah mengapa aku merasa kesepian. Untunglah hari ini penyakitku mulai menghilang.
                Pak Tono membukakan pintu seperti biasa yang ia lakukan dihari hari sebelumnya. ‘’Terimakasih, Pak Tono. Tetapi anda seharusnya tidak perlu repot repot membukakan pintu untukku. Aku bisa melakukannya sendiri’’Senyumku sembari keluar dari mobil.
                ‘’Tida apa – apa, Nona. Ini adalah tugasku sebagai sopir yang paling ganteng se-Indonesia’’kata Pak Tono dengan narsis.
                Aku tertawa kecil lalu melambaikan tangan ke Pak Tono dan berjalan menjauhi Pak Tono. ‘’Hati – hati, Nona!’’seru Pak Tono dari kejauhan.
                ‘Selalu’ kataku dalam hati.
***
                Aku membuka pintu kelas dan melangkahkan kakiku memasuki kelas. ‘’Selamat pagi semuanya’’senyumku.
                ‘’Pagii!!’’jawab anak anak perempuan yang berada dikelas saat itu.
                Aku berjalan menuju tempat duduk yang biasa aku duduki dan menaruh tas merahku diatas meja.  Lalu Jeniver dan Hera menghampiriku.
                ‘’Hey, Ririn. Kudengar kamu sakit ya kemarin? Kami kesepian lho disaat kamu nggak ada’’katanya sembari mencium tanganku. ‘’Aku merindukanmu’’katanya sembari menatap mataku.
                ‘’Hentikan perbuatanmu itu, Jeniver!’’kesalnya sembari berusaha memisahkan kami.
                ‘’Aku tidak melakukan kesalahan kok, aku hanya kangen!’’serunya.
                ‘’Ini namanya pelecehan!’’ bentak Hera.
                ‘’Haaa? Kita kan’ sama – sama perempuan, masa pelecehan sih!??’’kesal Jeniver.
                ‘’Nggak apa – apa, yang penting sekarang kita bisa kumpul kan’?’’senyumku.
                ‘’Hmph!’’
                ‘’Wuuuu weeeek’’
                Aku hanya tersenyum tipis lalu mengobrak abrik isi tas-ku. Buku... tempat pensil... dompet... handphone... tempat makanku dimana? Lho, ketinggalan ya???
                ‘’Ummm,  kalian bawa bekal nggak?’’
                ‘’Ririn lupa bawa bekal ya? Tenang, ada kantin! Kau juga melupakan dompet? Tenang kau masih bisa meminjam uang kepadaku’’kata Jeniver sembari mengusap kepalaku.
                ‘’Jika kau butuh sesuatu.. Aku masih bisa digunakan kok, tenang dompetku selalu padat penduduknya kok. Jadi jika kamu ingin meminjam uang mending ke aku saja. Karena dompet Jeniver belum tentu ada penduduknya’’tawa Hera.
                ‘’Hari ini aku bawa dompet kok! Isinya tebel juga!’’kesal Jeniver sembari mengeluarkan dompetnya lalu melihat isinya yang hanya ada selembar uang kertas bernilai 5 ribu rupiah. ‘’Hey, Hera. Aku pinjam uangmu lagi ya?’’pasrah Jeniver.
                ‘’Heee, katamu dompetmu tebel?’’sorak Hera.
                ‘’Aku lupa lagi minta uang jajan’’kata Jeniver sembari tertawa kecil.‘’Maaf ya, Ririn. Aku nggak bisa meminjamkanmu uang’’kata Jeniver dengan nada pasrah.
                ‘’Nggak apa – apa, aku bawa dompet kok’’kataku sembari menunjukkan dompetku yang bermerk ‘Milky Teddy’. ‘’Lihat!’’
                Jeniver dan Hera memerhatikan dompetku dengan seksama lalu membukanya bersama sama.
                ‘’Nggak tebel juga sih, hanya ada duit 100 rb saja disini. Dan kartu pelajar. ‘’kata Hera sembari membetulkan kacamatanya.
                Jeniver berperilaku seperti kucing yang menemukan mainan baru. Ia membokar semua isi dompetku. Lalu ia menemukan kartu namaku.
                ‘’Hey, Ririn. Kau mau bertukar kartu nama tidak?’’tanya Jeniver.
                ‘’Tentu’’kataku menyanggupi.
                ‘’Asiiik’’soraknya dengan gembira.
                ‘’Hey, aku juga ya?’’kata Hera sembari menyerahkan kartu nama yang mengkilap.
                ‘’Ingat, ini dari cewek paling ganteng di sekolah  ini, k (ok) ?’’kata Jeniver sembari menyerahkan kartu nama-nya dan setangkai mawar merah.
                ‘’Terima kasih’’senyumku.
                Kebahagiaan yang kurasakan saat ini, tidak akan berakhir kan’?
***
                Bel istirahat sudah berbunyi. Seperti biasa anak anak perempuan yang berada dikelas berjalan keluar termasuk aku, Jeniver dan Hera. Kami berjalan menuju kantin untuk menyantap makan siang bersama.
                Sesampainya di kantin sekolah yang selalu penuh akan anak – anak perempuan dan guru – guru yang berfikiran sama dengan kami. Mereka membuat antrian panjang hingga ujung antrian-nya berada di pintu masuk kantin sekolah.
                ‘’Ugh, kita telat!’’kesal Jeniver.
                ‘’Yaudah Jeniver dan aku akan mengantri, dan Ririn mencari tempat duduk ya? Kami akan memesankan makanan paling enak yang ada di kantin’’kata Hera sembari mendorongku keluar dari barisan dengan pelan.
                ‘’Kalo begitu, ini uang....’’
                ‘’Aku yang traktir, tenang. Si ‘bodoh’  ini juga akan kutraktir kok’’katanya sembari memukul kepala Jeniver pelan.
                ‘’Siapa yang kau bilang bodoh!??’’kesal Jeniver.
                ‘’Ka-Mu’’
                ‘’UGHHH’’kesal Jeniver. ‘’Hmph’’
                ‘’Yaudah gih sana, cari tempat yang enak ya’’kata Hera.
                Aku mengangguk – ngangguk lalu berlari lari kecil mencari tempat duduk. Memang belum semua tempat duduk terisi penuh, tetapi ada satu meja panjang yang ditempati oleh perempuan berambut panjang yang duduk disana. Aku memutuskan untuk duduk disebelahnya.
                ‘’Apakah kamu nggak keberatan jika duduk disebelahmu?’’senyumku.
                ‘’Boleh saja asal kau mau tanggung akibatnya’’jawabnya dengan muka datar.
                ‘’Terimakasih’’senyumku sembari duduk disebelahnya. ‘’Namaku Roselia Puririn, kamu bisa memanggilku Ririn. Namamu siapa?’’tanyaku sembari menjulurkan tangan kananku.
                ‘’Panggil saja aku Karin’’katanya.
                ‘Ia tidak menjabat tanganku’ aku terus memandangi tangan kananku menunggu respon darinya. Setelah lama menunggu aku menurunkan tangan kananku.
                ‘’Temanmu mana?’’tanyaku lagi
                ‘’Tak punya’’
                ‘’Boleh aku jadi temanmu?’’
                ‘’Seterah’’
                ‘’Sekarang kita teman?’’
                ‘’Mungkin’’
                ‘’Kau hanya makan itu saja?’’
                ‘’Kenapa?’’
                ‘’Tidak apa apa’’
                ‘’Apakah kau selalu seperti ini?’’
                ‘’Diam!’’bentaknya.
                Bentakkannya membuatku terdiam sangat lama sampai aku mendengar suara Jeniver dan Hera yang mencariku. Aku melambai  lambaikan tangan, ‘’Disini!’’
                ‘’Eee, tumben ini sepi...’’kaget Jeniver.
                Ketika mereka berdua melihat Karin tampang wajahnya langsung berubah  lalu Hera menarikku untuk menjauhinya. Akhirnya kami berhenti di meja panjang paling ujung dekat dengan jendela besar disampang kakak kakak kelas 3.
                ‘’Apa yang kamu lakukan?’’ tanya Hera.               
                ‘’Apanya?’’tanyaku.
                ‘’Apakah kamu tidak tahu siapa ‘Karin’ itu?’’tanya Jeniver.
                ‘’Siapa?’’tanyaku lagi
                Hera lalu dengan cepat mengambil note kecilnya lalu menulisnya dengan cepat. Lalu ia berikan padaku.
                ‘’Ssst!’’
                Aku makin penasaran dengan tingkah laku mereka yang panik setelah aku mendekati anak perempuan yang bernama ‘Karin’ tadi. Lalu aku memutuskan untuk membaca apa yang Hera tulis untukku.
                ‘Karin adalah anak perempuan dari sekolah ini yang sudah jadi sasaran bully sejak kelas 1, jadi jika kamu tidak mau menjadi sasaran selanjutnya, lebih baik mulai sekarang jauhi dia. Dan jangan dekati dia lagi!’
                Ternyata dibalik kententeraman dan keceriaan sekolah ini masih ada serpihan kesengsaraan?
***
                 Bel pulang menandakan pelajaran sekolah sudah berakhir, murid – murid, staf, dan guru dipersilahkan pulang kerumahnya masing masing. Tetapi untuk pertama kalinya aku nekad berkeliling sekolah sendirian.
                Sekolah ini mempunyai gedung lama yang masih berdiri kokoh tetapi sudah sedikit rapuh karena dimakan usia. Terdengar suara suara gertakan dari dalam gedung sekolah yang lama. Membuatku semakin penasaran dan memasuki gedung yang dibilang angker tersebut.
                Aku mengikuti suara gertakan tersebut hingga membuatku berhenti didepan sebuah ruangan. Pintunya sudah berlubang karena dimakan rayap, membuatku bisa melihat kejadian yang menimbulkan suara gertakan – gertakan yang aku dengar. Ini adalah penyiksaan.
                Aku bisa melihat Karin yang disiksa dan dibentak oleh anak kelas 3 dan beberapa dari kelas 2. Air mataku menetes melewati pipi. Aku ingin menghentikannya tetapi aku takut. Aku harus menghentikan semua kekonyolan ini!
                ‘’HENTIKAN!’’bentakku sembari melindungi Karin.
                ‘’Minggirlah, kau ingin kuhajar juga hah??’’bentak salah satu anak kelas 3.
                ‘’Apakah kalian nggak punya hati? Apakah kalian tidak pernah tau perasaan Karin ketika kalian bully? Mengertilah sedikit!!’’bentakku.
                Seisi ruangan itu hening untuk beberapa menit. ‘’Kami mengerti, kami tahu perasaan Karin’’kata salah satu anak kelas 3 yang berkepang 2.
                ‘’Syukurlah jika kalian mengerti’’senyumku.
                ‘’Hey Karin masa penyiksaanmu sudah berakhir... Sebagai gantinya siksa anak ini sesakit yang kamu mau sebagai permulaan’’senyumnya.
                ‘’!’’ aku menatap mata karin yang berubah bengis dan aku mulai menyadari aku sudah menjadi korban baru mereka. ‘’Kenapa?’’
                ‘’Salahmu sendiri, bodoh. Jangan sok ikut campur jika tidak tahu apa – apa. Seharusnya kau tidak perlu melakukannya, dasar BODOH!’’tawanya sembari menendang perutku hingga aku mengeluarkan percikan darah. ‘’Hey teman – teman, ayo saatnya kita untuk membuang ‘sampah’  keluar dari istana kita’’kata Karin mengajak anak – anak perempuan yang terus tersenyum menikmatinya.
                Tubuhku diangkat oleh mereka lalu dilempar dari lantai 3 kebawah. Untunglah Tuhan masih melindungiku. Tubuhku menimpa tanaman yang tumbuh secara lebat sehingga tidak menimbulkan rasa sakit.
                ‘’Cih, meleset’’tawa Karin dari lantai 3. ‘’Kali ini kami biarkan kamu kabur, tapi lain kali kami akan membuatmu mampus! Bye bye Ririn’’senyumnya sembari meninggalkan jendela.
                Aku takut, sangat ketakutan. Pembulian ini lebih buruk daripada yang sebelumnya. Seharusnya aku mendengarkan kata – kata Hera. Kenapa?
                Aku segera bangkit dan berlari sekencang mungkin menuju gerbang sekolah. Mobil hitam dan Pak Tono terlihat sudah lama menunggu.  ‘’Astaga, aku lupa melihat handphone-ku’’kataku sembari mencari cari handphone yang berada di dalam tas merah-ku.  ‘’Pukul 5??’’panikku. ‘’My mother will mad at me!’’kataku sembari berlari menuju mobil hitam yang setia menungguku, dan Pak Tono yang terus berusaha untuk menghubungiku.
                ‘’Lho Non, baju-nya kok kotor!??’’tanya Pak Tono.
                ‘’Tadi...’’Aku berusaha untuk mencari alasan agar ia tak khawatir. ‘’Tadi aku habis jatuh, hahaha’’kataku sembari tertawa kecil.
                Pak Tono menggeleng gelengkan kepala. ‘’Ada ada saja, Non. Yaudah kalo begitu, kita pulang ya?’’kata Pak Tono sembari mempersilahkanku masuk ke dalam mobil.
***
                 Keesokan harinya, aku sudah siap dengan resiko yang akan ku dapat. Asalkan aku punya Jeniver, Hera, keluargaku, dan Tuhan, aku akan baik baik saja. Aku melangkah menyusuri lorong sekolah dengan percaya diri. Aku mulai dijauhi oleh orang -  orang, jika aku mendekati mereka, mereka menjauhiku. Aku benar benar merasa seperti sampah.
                Aku melihat murid – murid perempuan berdesak desak untuk melihat berita hangat yang biasanya baru dipasang pagi hari tadi. Aku merasa penasaran dan menyusup menyusuri krumunan tersebut. Terpasang berita yang menyatakan bahwa sekarang yang menjadi sasaran adalah aku.
                Aku berjalan mundur dan berlari sekencang mungkin menuju memasuki kelas. ‘’Selamat pagi semuanya’’sapaku. Mereka sibuk dengan kegiatannya sendiri sendiri.
                Aku menuju tempat dudukku yang sudah penuh dengan coretan dan sampah. Aku membersihkannya dan manaruh tas merahku diatas meja. Aku bingung mengapa Jeniver dan Hera tidak mendatangiku seperti biasa. Sebagai gantinya aku berjalan mendekati mereka, ‘’Pagi’’.
                Aku menunggu reaksi Jeniver dan Hera tetapi mereka hanya diam lalu berjalan menjauh meninggalkanku. Aku duduk kembali ke tempat dudukku sembari tidak percaya bahwa mereka juga meninggalkanku. Tak kusadari bahwa kelas yang aku tempati saat itu hanya ada aku yang terus terdiam dan terus berharap ini hanya mimpi.
                Aku sudah melakukan sesuatu yang membuatku kembali tersiksa.
***
                Bel istirahat sudah berbunyi. Teman – temanku semuanya meninggalkan-ku sendiri didalam kelas, termasuk Jeniver dan Hera yang sudah kuanggap sebagai keluargaku  sendiri. Tak kusangka mereka setega ini.
Untuk pertama kalinya aku melalui jam makan siang sendiri. Aku terus menepati tempat dudukku dengan pandangan kosong sembari menyantap makanan yang berada di kotak bekal yang biasa menemaniku saat aku lapar. Aku terus menjaga tempat dudukku agar tidak diapa apakan oleh teman - temanku. Aku benar benar menderita.
Aku akan melewati hari hariku dengan penderitaan, mulai hari ini.
***
Tak terasa sudah 1 bulan sejak kejadian tersebut. Hari sekolahku sudah memasuki bulan Mei. Aku mulai terbiasa disiksa oleh mereka, ditendang, dilempar, dan berbagai hal menyakitkan lagi. Aku sudah menjadi satu satunya anak yang menderita di sekolah ini.
Setelah pulang sekolah aku biasanya disiksa lebih kejam daripada yang biasanya. Aku jadi lebih sering pulang malam karena mereka. Nilai nilaiku menurun karena mereka. Aku menderita karena mereka. Tetapi semuanya dimulai karena kebodohanku. Aku yakin orangtuaku akan khawatir dan kecewa terhadapku. Maafkan aku yang hanya bisa meratapi nasib.
Aku menduduki tempat duduk yang biasanya diduduki Karin disaat ia menjadi sasaran. Tidak ada yang mendekatiku karena sudah tahu akan resikonya jika ia melanggar. Guru – guru disini juga, ia tidak berani menuntaskannya karena ini sudah menjadi tradisi turun menurun. Guru – guru sudah angkat tangan.
Tiba tiba handphone-ku berbunyi menandakan ada pesan masuk. Aku membuka handphone-ku untuk bisa melihat apa isinya.
‘To : Ririn
Maafkan kami yang hanya bisa melihatmu dari kejauhan. Maafkan kesalahan kami selama sebulan ini. Maafkan kami yang sudah lari karena tak mau mendapat kesengsaraan. Mungkin Ririn sudah tak mau memaafkan kami. Kami akan memberitahumu cara keluar dari penderitaanmu. Caranya adalah dengan melawan mereka sekaligus!
From your best friend : Jeniver and Hera.’
‘Melawan mereka ya? Hal yang paling menyenangkan yang ingin ku lakukan saat ini’ pikirku sembari melihat kedatangan Karin dan yang lainnya. Game On! Aku tidak akan mundur!
‘’Hahahaha, sepertinya kau sudah terbiasa sengsara ya?’’tawa Karin dan teman – temannya.
‘’Tak kusangka kalian berani menyiksa orang didepan guru guru’’kataku datar.
‘’Tak  kusangka kebodohanmu inilah yang membuatmu jadi begini’’ katanya sembari mendorongku hingga jatuh. ‘’Heh, belikan makanan sono! SEKARANG’’bentak Karin.
‘’Punya kaki kan’ punya tangan kan’? Beli aja sendiri! ‘’tolakku.
‘’SONOO BELII!! KALO DISURUH BELI YA BELI!! PUNYA OTAKKAN’? KAMU TUH LAGI JADI SASARAN KAMI. JADI MENDING NURUT!’’bentak salah satu dari mereka.
‘’Hell to the lo, kamu siapa? Ketua? Wakil? BUKAN KAN’?? Pengikut aja bangga. Hmpph jangan bikin aku ketawa deh’’sorakku.
‘’Bosen hidup?’’kesal anak perempuan berambut merah.
‘’Bisa jadi, yayayayayay, TIDAK TIDAK TIDAK. BISA JADI BISA JADII. GOOOALL’’sorakku.
‘’Lo bener bener nyari mati ya? Cepetan, daripada kena Fenthung, nangis deh’’tawa salah satu dari mereka yang beramput pirang.
‘’Diem! Dasar curut. Pengikut aja bangga’’
‘’Heh, kamu nggak tahu ya klo kamu itu ada di posisi ‘SA-SA-RAN’ ‘’kata Karin sembari menjabambak rambutku.
‘’Karin... Kamu ini juga pengikut kan’? Yang sok – sok-an jadi ketua? Padahal mantan sasaran tapi belagu. OMG Aku kasian sama kamu, baru bisa ngerasain rasanya nyiksa orang’’tawaku.
Karin yang saat itu benar benar marah lalu menghajarku dengan keras.
‘’Ayo, LAGI!! LAGII!! CUMA SEGITU KEKUATANMU??’’kataku sembari menahan sakit.’’udah? Klo gitu gilaranku’’kataku sembari menghajar Karin dengan beberapa kali tonjokkan. ‘’Eeee, masa gitu doang langsung lemes? GAK ASIK!’’kataku sembari melempar Karin hingga membuat ricuh keadaan.
‘’Kamu bener bener pengen mati ya?’’kata seorang perempuan yang diduga adalah ketua.
‘’Klo iya kenapa? Aku dah pasrah, mau diapain juga kehidupanku bakal gini gini juga. Oh iya asal kamu tahu aja ya, kamu gak pantes jadi ketua pembulian kalo kamu. UGHHH KAMSEUPAAY, IEUUUUH’’kataku sembari mendorongnya hingga jatuh.  ‘’ OMG, kamu ketua kan’? Masa gitu doang langsung jatuh, OMGGG gak jaman banget kale. Ketua tapi digituin doang jatoh. OH MY GOD OH MY WOW’’sorakku.
Anak perempuan yang berbadan besar menghajarku hingga membuatku terpental. ‘’Kamu bakal MATI disini’’katanya.
‘’Hohoho, aku siap mati kapan saja. Kekuatanmu itu gak sebanding dengan apa yang kalian padaku. Jadi pada intinya aku dah tahan ‘’kataku sembari mengelap darahku.  Aku menggerak gerakkan kepalaku dan memutarnya. ‘’Hmmm, sekarang aku akan melawan seekor gajah. Aiih gampangnya’’
Anak perempuan itu makin murka lalu berlari mengarahku, aku yakin ia tak bisa memberhentikan langkahnya sehingga aku hanya perlu menggeserkan tubuhku. Aku melihat anak perempuan yang berbadan besar itu melukai dirinya sendiri. ‘’Whoops, salah sasaran ya? Cup cup... Kasiaan’’senyumku.
                Pada akhinya aku dihajar ramai ramai oleh mereka.  Tetapi aku tidak akan mundur lagi, aku tidak akan menuruti perkataan mereka. Aku akan segera mengakhiri tradisi bodoh ini dan membuat sekolah ini lebih menyenangkan. Aku pindah kesini untuk mendapatkan teman bukan penghinaan.
                Tidak kusangka aku hanya perlu merunduk untuk membuat mereka saling menghajar satu sama lain. Lalu aku keluar melewati sela sela selangkangan kaki kaki mereka.
                Aku menggeleng gelengkan kepala dan menahan tawa. ‘’Siapa yang bodoh sekarang, dasar BO-DOH!’’sorakku.
                Anak – anak bodoh itu mulai menyadari bahwa mereka bukan menghajarku tetapi menghajar  satu sama lain. Aku menahan tawa yang melihat mereka dengan wajah yang bonyok dan biru. Mereka lalu menatapku tajam, sebagian ada yang pingsan karena tidak tahan oleh sakitnya. ‘’Gimana? Sakit? Apa yang kau rasakan sekarang tak sebanding dengan anak yang  menjadi ‘sasaran’. HAHAHAHAHAHA melakukan sesuatu tanpa tahu resiko, dasar BO-DOH!’’sorakku. ‘’AYO SEMUA-NYA TERTAWA, INI ADALAH BAHAN LELUCON YANG PANTAS UNTUK DITERTAWAKAN!’’perintahku sembari mengangkat tanganku naik turun untuk memandu seisi ruangan untuk menertawakan mereka.
                Anak – anak bodoh tersebut menutupi telinga mereka dan menangis bersamaan. Mereka sepertinya sudah merasakan rasanya menjadi sasaran.
                ‘’Maafkan kami’’isak salah satu dari mereka.
                ‘’Eeh? Maafkan kalian? Setelah apa yang kalian lakukan padaku? OMG Ngimpi apa aku barusaan’’tawaku. ‘’Ya kaan...’’ Aku melihat sekeliling ruangan. Aku melihat Madam Carlos yang menggeleng gelengkan kepala dengan raut wajah ingin menangis.
                Aku menyadari bahwa orang yang membalas dendam itu lebih rendah dari sampah. Oh Tuhan, apa yang kuperbuat? Maafkan aku! Tuhan, sekarang apa yang akan kulakukan??
                Aku berjalan mendekati mereka sembari menginstruksikan seisi ruangan untuk diam. ‘’Apa jaminannya jika aku memaafkan kalian?’’tanyaku.
                ‘’Kami akan pindah sekolah’’
                ‘’Ditolak’’
                ‘’Kami akan membiarkan kalian memasukkan kami semua ke tempat sampah’’
                Aku menggeleng gelengkan kepala.
                ‘’Aku hanya mau mendengar sebuah janji dari mulut kalian sendiri. Janji untuk tidak membully lagi’’kataku.
                Mereka menatap satu sama lain dan menelan ludah.
                ‘’Kami berjanji untuk tidak membully lagi’’kata mereka dengan terpaksa.
                ‘’Ingat Tuhan itu ada, jika kalian melanggarnya mungkin kalian akan mendapatkan yang lebih parah dari ini’’
                ‘’Ugh’’
                ‘’Kalian kumaafkan’’senyumku.
                Seisi ruangan bertepuk tangan dengan senyuman lebar dimuka masing masing termasuk Madam Carlos yang menyeka air matanya dengan sapu tangannya.
                Ternyata benar, bahwa Tuhan tidak akan memberi ujian untuk hambanya yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Terimakasih karena telah membuatku jadi lebih kuat lagi dari sebelumnya, terimakasih telah memberiku ujian yang membuatku sadar untuk tidak mundur ditengah pertempuran. Sekali lagi terima kasih Tuhan.
                ‘’Terimakasih telah mengakhiri tradisi turun menurun ini, Ririn’’senyum Madam Carlos sembari menjabat tanganku.
                ‘’Maafkan kami Ririn!!’’sorak Jeniver dan Hera.
                ‘’Tidak apa – apa, kalian tidak salah kok. Ini kesalahanku’’senyumku
                ‘’Kau memang teman kita yang terbaik!’’kata Jeniver sembari mengecup pipiku lembut.
                ‘’Aaiih, aku ini masih normal, ok? Aku perlu ke UKS, maukah kalian menemaniku?’’mohonku.
                ‘’Apapun!’’sorak Hera sembari memelukku.
                ‘’Aku anggap ini semua adalah kecupan dan pelukan antar sahabat ok?’’
                ‘’Eeeh, jadi kecupanku yang penuh cinta ini hanya sebatas sahabat?’’kata Jeniver dengan nada kecewa.
                ‘’Kalian ini masih normal kan’?’’kata Madam Carlos sembari memukul kepala kami dengan pelan. ‘’Lalu bagaimana ini?’’tanyanya sembari menatapi anak – anak yang terluka.
                ‘’Aih, aku harus mengeluarkan tenaga lagi untuk menggopong mereka’’kataku sembari menggerakkan pundakku yang mengeluarkan bunyi.
                ‘’Tidak, kita harus memanggil ambulance’’kata Madam Carlos sembari mengeluarkan telepon genggamnya.
                ‘’Eee, nanti aku yang disalahin lagi’’ kataku.
                ‘’Bilang saja ini kesalahan mereka sendiri <3’’santai Madam Carlos.
                Lalu kami tertawa bersama – sama.
                *Ini disebut tertawa di penderitaan orang lain :v, jangan ditiru karena terlalu berbahaya J Jangan tiru TS :v
Happy End <3 <3 <3 <3
Ceritanya gaje njir :v :v :v
               

  


   

Minggu, 06 April 2014

Curhat

Pertama kali memilih jalan, sudah banyak yang kukorbankan.
Tanpa pikir panjang dan mimpi yang mungkin jadi sia sia, aku memilih jalan yang berwarna. 
Aku tak pernah memikirkan masa depan, selalu melihat kebawah.
Hingga membuatku egois, dan dihujat disana sini.
Ketika kita memilih jalan pasti slalu ada rintangan. 
Dan ketika tak sanggup tuk menerimanya.
Yang kita lakukan kadang hanyalah melarikan diri.
Sembari mengeluarkan tangisan yang sia sia.
Tidak akan ada yang mengerti, tidak akan ada yang tahu.
Kita hanya sendiri.
Jika kalian memilih jalan yang sama denganku.
Mungkin kalian mendapatkan rintangan yang sama entah itu ringan ataupun berat.
Jika itu terjadi, kadang kita mengeluh ''Dunia ini kejam''
Ya, dunia memang kejam. Klo kgk kejam itu bukan dunia #ditimpuksendal.

Banyak org yang suka memandingkan hasil jerih payahnya dengan yang lain. Dan jika itu lebih buruk kadang mereka akan marah, kesal, atau mungkin hepi #slap.
Dan mungkin ketika mereka tahu brpkah umur rival masing masing biasanya bakal shock. Klo org kgk normal biasanya bakal nari nari kgk jelas (mungkin).

Daaaan jujur saja, aku juga pernah mengeluh seperti itu. Aku juga punya rival, dan aku juga pernah iri. Dan kerennya ntu rival sahabatku sendiri #nyadar. Aku juga pernah bilang gmbrku sampah, jelek, kgk bermutu, lom bisa melebihi 'dia' (tolong jangan ada backsoud afga, k?). Dan boleh kuakui, banyak kutemukan org org yg udh putus asa (termasuk aku). Setiap org tuh punya style masing masing, dan itu sebuah karya. Jika kalian menamai karya kalian 'sampah' kalian salah besar #maksudnyaapainiii. Mungkin kalian lom pernah ngeliat lukisan #door, bahkan lukisan cuma ciprtan warna warni cat bisa dijual jutaan hingga milyaraan #ebuset. Masa kalah sama cipratan cat doang ? Where's your spirit brooh? Padahal awal awalnya kalian punya mimpi yang besar (hayo ngaku~~)

Yaak sekian curhatan ku 
Emg gaje 

Rehat

Bagi yang ngga tau, gue ngebuat komik di webtoon dengan judul 'cliche'. Komik tersebut sudah gue ulang sebanyak 3x dengan viewer yan...