FIGHT BACK
SUR+A/2014
Hari ini hari dimana kehidupanku
yang baru dimulai. Matahari pagi sedikit demi sedikit mulai menyinari dunia.
Sinarnya membuatku terbangun dari mimpi indahku. Aku mulai beranjak dari tempat
tidurku yang empuk. Mataku yang masih
setengah mengantuk ini memaksakan untuk membuka lebar demi memulai lembaran
baru.
Kusambar handuk biru tebal yang
berada di lemari lalu berjalan mengarah ke kamar mandi. Aku memerlukan setengah
jam untuk membersihkan diri dan sekitar 15 menit untuk merapikan diri. Sembari
berfikir tentang bagaimana nanti aku disekolah baruku. Tetapi tak kusangka itu
membuatku butuh waktu lama untuk keluar dari kamar mandi dan segera berlari
kecil mengambil seragam dan sepatu. Oh Tuhan, aku tak mungkin telat di hari
pertama. Aku membubuhi sedikit bedak diarea pipi dan mengoleskan lip blam di
bibir tipisku. Tak lupa aku mengambil tas merahku yang terpanjang di sebelah
meja rias. Lalu aku berlari terbirit birit,
menuruni tangga dan berjalan menuju ruang makan layaknya nona muda.
***
Aku berjalan menuju tempat duduk
yang biasa ku duduki sembari tersenyum. ‘’Pagi semua’’ sapaku lembut.
‘’Pagi, sayang. Hari ini kamu ingin
makan roti isi atau nasi goreng?’’tanya Ibuku yang sedang menyiapkan
sarapan untuk Ayahku yang sedang sibuk
membaca koran-nya.
‘’Apa saja, karena aku nggak mau
telat di hari pertama’’ senyumku.
‘’Yaudah, kamu makan roti ya?
Susunya juga diminum lho!’’kata Ibuku sembari memberikanku 2 lembar roti yang
sudah dioleskan selai cokelat.
‘’Terimakasih Mama’’kataku sembari
menerima 2 lembar roti tersebut.
Tiba tiba Ayahku menutup korannya
dan mulai memakan rotinya dengan cepat. Ia lalu meneguk susu sapinya dan mulai
menghela nafas.
‘’Kamu yakin ingin sekolah? Papa
tak memaksa kok, kamu masih bisa Homeschooling lagi’’ kata Ayahku sembari
membetulkan kacamatanya.
Aku menggelengkan kepala sebagai
tanda jika aku menolaknya. ‘’Aku akan
baik baik saja’’senyumku.
Ayahku kembali menghela nafas lalu
melirik kearah jam tangannya. ‘’Ririn sudah waktunya’’ Ia lalu menunjuk kearah
jam dinding yang berada tak jauh dari ruang makan.
Aku mulai melahap 2 lembar roti
pemberian Ibuku dan meneguk segelas susu layaknya orang yang sudah tidak
menyantap makanan berminggu – minggu. Lalu aku mulai beranjak dari tempat
dudukku. ‘’Ririn berangkat ya?’’ kataku sembari melambaikan tangan dan berlari
lari kecil menunggu respon dari kedua orangtuaku.
‘’Hati hati dijalan ya, Ririn!’’
kata Ibuku.
Wajahku mulai terukir senyuman yang lebar dan
mulai menambah kecepatanku berlari menuju mobil hitam yang sudah lama menunggu
kehadiranku.
‘’Selamat pagi, Nona’’ sapa Pak Tono, sopir
keluargaku.
‘’Pagi, Pak Tono’’ Senyumku.
‘’Hari ini nona tampak ceria
sekali’’ katanya sembari membukakan pintu mobil.
Aku mengangguk, ‘’Ya, aku tidak
sabar belajar di sekolahku yang baru’’.
Pak Tono hanya tersenyum sembari
mempersilahkanku untuk masuk ke mobil hitam yang akan membawaku menuju sekolah
baruku. Aku tidak sabar untuk bisa mewarnai hari hariku disana.
***
Mobil berhenti didepan gerbang sekolah yang
bertuliskan ‘Sekolah Menengah Pertama 12 Carita’. Ketika jarum pendek mengarah
ke angka 6, untuk pertama kalinya aku melangkahkan kakiku ke sekolah-ku yang
baru. Tak lupa-ku berterima kasih kepada Pak Tono karena t’lah mengantarkanku ke
sekolah-ku yang baru dari kejauhan.
Dengan senyum lebar aku berjalan
menyusuri taman yang luas, dihiasi oleh berbagai jenis tanaman yang dirawat
dengan baik. Hewan hewan seperti kucing, kelinci, dan anjing milik sekolah
bermain dengan rianngnya hingga mereka tak sadar jika mereka berlari hanya
mengelilingi-ku sehingga aku tak mampu untuk bergerak.
‘’Aih, lucunya’’kataku sembari
mengelus anjing yang memiliki bulu berwarna cokelat muda.
Aku duduk diantara mereka sembari
mengelus mereka dengan pelan. Jika dilihat dengan seksama, mereka mempunyai
kalung leher yang bertuliskan nama masing masing.
‘’Herry’’kataku sembari tangan
kanan mengelus Anjing yang memiliki bulu berwarna cokelat muda.
‘’Merry’’ kataku sembari tangan
kiri mengelus kucing yang mempunyai mata berwana biru dengan bulu berwarna
putih bersih.
‘’Carlos’’senyumkuu. Lalu kelinci
yang berwarna putih kecokelatan itu naik ke pangkuanku, disusul oleh kucing
yang berwarna putih, hitam dan cokelat muda.
Aku tertawa kecil melihat tingkah
kucing yang satu ini, ‘’Alpha’’.
Aku terus bermain dengan mereka, hingga tak
menyadari bahwa taman pada saat itu sudah mulai ramai dengan hewan hewan lainnya
dan anak anak perempuan yang melakukan berbagai kegiatan.
‘Ini adalah surga bagiku’pikirku.
Tiba tiba saja Carlos turun dari
pangkuanku dan melompat lompat menuju seseorang wanita yang memakai kacamata
hello kitty dengan rambut yang ditata seperti ombak yang besar. Ia menatapku
tajam sembari menggendong Carlos dipelukannya.
Aku sebenarnya tidak tahan menahan
tawa ketika melihat penampilan wanita tersebut. Tetapi aku memaksakan untuk
tidak melakukannya karena aku menyangka bahwa ia adalah seorang guru. Aku
menutupi mulutku dengan tangan kananku.
‘’Jika kamu ingin tertawa, tertawalah. Yang
menata ini bukan saya sendiri. Saya menjadi bahan eksperimen anak anak
perempuan yang sedang mempelajari model rambut dan fashion. Tetapi sepertinya
gagal’’ katanya sembari tertawa kecil. Ia mengelus Carlos dengan lembut. ‘’Kau
anak baru?’’tanyanya.
Aku menganggukkan kepala dengan
pelan. Wanita itu tersenyum sembari membantuku untuk berdiri.
‘’Pantas Madam belum pernah
melihat anak perempuan yang berambut cokelat keemasan disini. Namamu siapa? Oh
iya, maafkan Madam belum memperkenalkan diri. Nama Madam Carlos, sama seperti
kelinci ini’’katanya memperkenalkan diri
sembari mengulurkan tangan tangannya.
Dengan takut takutnya aku menjabar
tangan Madam Carlos, ‘’Namaku Roselia Puririn. Biasanya saya dipanggil
Ririn’’kataku memperkenalkan diriku dengan panik. ‘Aduuh aku memalukan sekali’ pikirku sembari
melepaskan jabatanku.
Madam Carlos hanya tertawa kecil
dan melepaskan Carlos, ‘’Ayo, ikut Madam ke ruang guru’’ senyumnya. Lalu ia
berjalan mengarah gedung sekolah.
Aku mengangguk sembari berjalan
mengikutinya.
Guru guru disini sepertinya baik,
sekolah-nya menyenangkan. Disini banyak hewan yang bisa diajak bermain.
Tempatnya sejuk, bebas polusi. Ayahku memang tidak salah memilih sekolah
untukku. Semoga hal ‘itu’ tidak terjadi lagi dikehidupanku.
***
Madam Carlos memasuki ruang guru yang penuh
dengan guru guru perempuan yang sedang melakukan kegiatan yang berbeda beda.
‘’Ririn, tunggu disini ya? Madam akan
mengambil berkas Madam dan kita akan langsung pergi ke kelasmu yang baru,
oke?’’katanya sembari mengelus kepalaku. Madam Carlos berjalan meninggalkanku
menuju meja yang berada dekat dengan jendela.
Aku hanya bisa diam ditempat menjadi sorotan
guru guru yang berada disana. ‘’Emmm’’ ‘Oh Tuhan, apakah ada yang aneh dari
caraku berpakaianku? Apakah tingkah lakuku aneh? Tuhan, beritahu aku apa
kesalahanku saat ini?’
Guru yang memakai baju training
Hijau bergaris berjalan mendekatiku. ‘’Siapa namamu?’’tanyanya.
Pikiranku nggak karuan, aku tidak tahu apa
yang harus kulakukan. Aku merasakan ada burung burung yang terbang mengitari
kepalaku. Aku salah tingkah, ‘’Na-na-nam—aaakuu Ros—seliii—aaa Pu—Ri-ri-rin’’.
Aduh malunya.
Guru yang diduga adalah guru olahra tertawa
terbahak bahak sembari mengguncang guncangkan badanku dengan kencang membuatku
sedikit pusing. ‘’Aduh lucunya. Madam adalah guru olahraga kelas 2 disini. Nama
Madam adalah Jessie, Madam Jessie’’katanya menepuk nepuk pundakku.
Lalu wanita yang memunyai mata berwana biru dan rambut pirang berjalan mendekati
kami. ‘’Hello, Ririn. I’m your english Teacher here. You can call me Madam
Elsa’’ katanya memperkenalkan diri.
‘’Ni-nicee-ee To Me-eet yo-u Ma-ma-dam El-sa’’kataku. Wajahku mulai
memerah ketika menyadari bahwa banyak guru yang mendatangiku dan memperkenalkan
diri. Mereka menanyakan hal hal yang berbau keseharianku. Oh Tuhan, tolong
selamatkan aku.
‘’Hai guru guru yang disini,
apakah kalian tidak mempunyai pekerjaan lain selain mengerjai anak baru
ini?’’tanya Madam Carlos menyelamatkanku. Ia menjauhkanku dari guru guru yang
tidak kehabisan bahan untuk membuatku salah tinkah.
Tiba tiba bel yang menandai bahwa
pelajaran pertama akan dimulai berbunyi. ‘’Tuh bel jam pelajaran pertama sudah
dimulai’’senyumnya yang terus melindungiku.
‘’Eee, tapi kita masih ingin
mengobrol dengan anggota baru disekolah ini’’kata Madam Jessie.
‘’Ibu sudah mendapatkan berkasnya, ayo kita
kabur!’’katanya padaku sembari menarikku keluar dari ruang guru. Lalu ia
menurunkan kecepatan dan berjalan seperti biasa.
‘’Maaf’’katanya dengan nafas terengah engah.
‘’Seharusnya kita tidak berlari..’’
‘’Tidak, ini bukan salah Madam. Lihat tidak
ada yang lihat, karena anak anak disekolah ini pasti sudah memasuki kelas
masing masing. Tidak akan ada yang melapor kok, Madam tidak akan
dihukum’’panikku.
‘’Bukan karena dilarang, tapi karena Madam
kecapean karena berlari seperti tadi’’katanya dengan nafas terengah engah. Ia
berusaha mengatur nafasnya sedangkan aku hanya menatapinya.
‘’ Terimakasih telah menolongku, Madam
Carlos’’senyumku.
‘’Tidak apa apa, itu sudah menjadi tugas guru
untuk menyalamatkan muridnya. Maaf ya tingkah guru guru disini memang seperti
itu jika menemukan mainan baru’’katanya.
Mainan baru!???
‘’Maksud Madam apa dengan ‘mainan
baru’?’’tanyaku sembari berharap itu bukan hal yang aneh.
‘’Guru guru disini itu hampir
semuanya lolicon, dan mereka akan senang jika melihat mainan baru dengan
tingkah yang lucu seperti kamu’’jawabnya dengan santai.
Bulu kudukku mulai merinding.
Madam Carlos mulai berjalan
memasuki kelas yang akan menjadi kelasku hari itu. Suasana yang tadinya ricuh menjadi
diam sesaat ketika mendengar hentakan kaki Madam Carlos. Lagi lagi aku menjadi
sorotan anak perempuan yang berada di kelas saat itu. Aku sangat gugup hingga
membuatku menelan ludahku sendiri.
‘’Halo anak anak, perkenalkan anak
baru di sekolah kita’’kata Madam Carlos dengan ceria. ‘’Ayo Ririn perkenalkan
dirimu’’
Aku menganggukkan kepala, lalu
mengambil spidol berwarna hitam dan menuliskan nama lengkapku. Aku membalikkan
badanku menghadap mading kelas.
‘’Namaku Roselia Puririn, kalian
bisa memanggilku Ririn. Senang berkenalan dengan kalian’’panikku sembari
membungkkukan badan.
Keadaan kelas pada saat itu sangat
sunyi setelah aku memperkenalkan diri. Lalu aku mengangkat kepalaku. Semuanya
tertawa terbahak bahak.
‘’Ehm ehm, tata krama tata
krama’’kata Madam Carlos memperingatkan.
‘’Maaf, Madam Carlos’’seru semua
anak perempuan di kelas tersebut.
‘’Nah, Ririn. Kamu duduk diii-. Nah kamu duduk di bangku kosong yang
letaknya paling belakang. Tenang kok, nanti tempat duduknya akan diundi
kembali. Jadi kamu tenang saja, ya?’’kata Madam Carlos menunjukkan tempat duduk
yang tidak diduduki siapapun.
Aku berjalan menuju bangku kosong tersebut,
lalu menepatinya.
‘’Perkenalannya nanti saja ya? Sekarang kita
akan belajar tentang Seni’’kata Madam Carlos sembari membuka berkas berkasnnya.
‘’Lho Madam, rambutnya gaya baru?’’tawa salah
satu anak perempuan yang letak tempat duduknya berada di pojok dekat dengan
jendela barisan pertama.
‘’ Ini? Iya, biar sesuatu’’kata
Madam sembari memegang megang rambut yang berbentuk gelombang laut tersebut.
‘’Lalu kacamatanya?’’
‘’Biar gaul seperti kalian’’jawab
Madam dengan santai.
Seisi kelas langsung tertawa kembali.
‘’Oke oke, ssttt! Nah kita mulai pelajarannya
ya?’’
***
Bel berbunyi 3 kali menandakan
istirahat makan siang dimulai. Anak anak perempuan seisi kelas mulai
meninggalkan kelas. Tetapi aku masih duduk di tempatku sembari menyantap
makanan yang yang kubawa dari rumah. Ketika berada disuapan terakhir. Ada
seseorang anak yang letaknya berada disebelahku menghampiriku. Ia mempunyai
rambut pendek seperti rambut anak laki laki kebanyakan.
‘’Hai anak baru, namaku Jeniver Zenissa. Kamu
bisa memanggilku Jeniver’’katanya sembari mengulurkan tangan kanannya.
Aku mengusap mulutku dengan sapu
tangan yang berwarna putih dengan corak bunga sakura dan garis garis. ‘’Halo,
namaku Roselia Puririn. Kamu bisa memanggilku Ririn’’senyumku sembari menjabat
tangannya.
‘’Teehee’’
‘’?’’
‘’Enggak apa apa, padahal tadinya mau ke
kantin tetapi malah keasyikan memperhatikan kamu yang makan dengan
lahapnya’’senyumnya.
Wajahku memerah
seperti kepiting rebus. ‘’Nnghh, kamu ini perempuan kan’?’’tanyaku.
‘’Aku ini cewek tulen kok’’jawabnya sembari
mengusap kepalaku. ‘’Penampilanku memang sudah begini sejak kecil sih, jadi
kebiasaan. Aku masuk kesini agar bisa mengubah perilakuku, tapi gak
berhasil’’ia tersenyum sembari memukul kepalanya pelan.
‘’Tapi aku suka dirimu yang seperti
ini...’’kataku dengan malu. Aku membereskan tempat makananku dam memasukkan
kedalam tas.
‘’Andai aku ini cowok.. Mungkin
aku akan jatuh cinta padamu’’katanya sembari mencium tanganku. ‘’Tapi aku sudah
menyukaimu dari pertama kali melihatmu, kamu mau enggak pindah ke Amerika lalu kita menikah
disana?’’senyumnya.
‘’Eeeee’’panikku. Aku salah
tingkah, padahal Jeniver itu adalah anak perempuan. Ingat dia adalah anak
perempuan!
‘’Aih, tingkah lakumu
lucu’’katanya sembari memelukku dengan erat.
Wajahku kembali memerah layaknya
air mendidih.
Kelas itu sangat sepi saat itu. Hanya kami
berdua. Hanya ada suara detakan jam dinding. Aku kehilangan kata kata. Aku tahu
kami ini adalah sesama perempuan, tapi entah mengapa ini lain dari yang
seharusnya. Perasaan apa ini?
Aku tidak bisa melepaskan pelukannya, dan
memutuskan untuk melirik kearah jendela. Aku menyadari ada seseorang yang
datang. Ia melihat kami, lalu memasuki kelas.
‘’Astaga, maafkan dia ya?
Ririn’’kata perempuan itu sembari memisahkan kami.
‘’Tidak apa apa, aku anggap itu
adalah pelukan antar teman’’senyumku.
‘’Teman? Akh! Aku merasakan ada
yang menancap di jantungku’’kata Jeniver sembari mengelus ngelus badannya.
‘’Maaf jika dia sedikit lebay, anak ini adalah
anggota klub drama’’katanya sembari menarik narik kedua pipi Jeniver. ‘’Namaku Hera
Dandelion. Namaku memang aneh, tapi aku tidak bisa membencinya’’katanya sembari
membetulkan kacamatanya.
‘’Namaku Roselia Puririn’’kataku
memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan kananku.
‘’Aku sudah mendengarkannya disaat Ririn memperkankan diri didepan.
Senang berkenalan denganmu’’katanya sembari menjabat tanganku.
‘’Aku juga’’
***
‘ Dear diary
3 bulan setelah kedatangaku di
sekolah putri carita. Teman temanku semakin banyak, ada yang berasal dari kelas
lain. Aku sangat bersyukur telah memasuki sekolah ini. Semoga kebahagiaan ini
tidak akan berakhir. ‘
Aku menutup buku diary-ku. Aku
memang jarang menulis diary, karena aku hanya menulis hal penting dalam
hidupku. Tetapi s’lama 3 bulan ini aku mulai menulis diary lagi. Aku menuangkan
semua kebahagiaan yang aku rasakan melewati tulisan.
Aku sempat membuka buku diary-ku
yang lama. T’lah kusam dimakan usia. Berwarna merah muda dan corak wajah dengan
senyuman. Tetapi isinya berbeda dengan covernya. Aku bukanlah ‘aku’ yang dulu.
***
Hari sudah memasuki bulan April. Aku
melempar kalendar kecilku ke lantai. Sembari membaringkan badanku ke ranjang.
Tangan kiriku mengusap keningku, bisa kurasakan rasa panas dengan tangan
kiri-ku dan masih bisa kurasakan rasa panas itu berada di sekujur tubuhku.
Penyakit ini memaksaku untuk tetap diam di rumah. Ini sangat membosankan.
Aku hanya bisa menatap keadaan
luar melewati jendela, banyak kendaraan lalu lalang. Entah itu sepedah,
kendaraan bermotor bahkan odong odong.
‘’Aih jadi ingat masa kecil..’’kataku sembari
memerhatikan gerak gerik odong odong tersebut hingga ia menghilang dari
hadapanku. ‘’Jadi pengen naik odong odong, rindu sama lagu anak anak yang
selalu diputar setiap ada anak kecil yang menaikinya. Aku masih bisa naik odong
odong nggak ya?’’kataku sembari tertawa kecil.
Terdengar suara pintu yang diketuk
ketuk dengan pelan. ‘’Non..’’seru Mbok Inem yang berada di luar kamar.
‘’Masuklah’’jawabku.
Mbok Inem berjalan memasuki kamar
sembari meletakkan nampan yang diatasnya ada makanan, segelas air putih, buah,
dan obat obatan. dimeja yang letaknya disebelah ranjangku. ‘’Non, ini dimakan
ya?’’
Aku mengangguk.
‘’Mbok, Mama kemana?’’ tanyaku.
‘’Nyonya pergi belanja dengan
teman temannya. Tetapi beliau bilang obat-nya harus diminum, dan makanannya dimakan’’kata Mbok
Inem.
Aku tertawa kecil, ‘’Aku kan’
bukan anak kecil lagi... Yaudah, Mbok bisa pergi sekarang. Tenang makanannya
akan kumakan’’.
‘’Kalo begitu, Mbok pergi
ya?’’kata Mbok yang berbalik badan dan berjalan keluar dan menutup pintu.
Aku memeriksa nampan yang berisi
makanan, buah jeruk, segelas air dan obat obatan. ‘’1, 2, 3, 4.. Aih kok
obatnya banyak ya?’’ kagetku ketika sedang menghitung obat obatannya. ‘’Aku harus minum semua obat – obat ini?’’.
Aku terdiam sejenak. ‘’Obat – obat ini
pasti pahit!’’
Aku menghela nafas panjang. ‘’Tapi
jika aku tidak meminumnya, besok aku tidak bisa bertemu mereka lagi’’kataku sembari
menatap langit langit.
‘’Yosh’’
***
Keesokan harinya, penyakitku
mulai menghilang. Dan aku merasa hari ini aku bisa pergi ke sekolah. Sehingga aku mulai melakukan kegiatan seperti
biasa, mandi, merapikan diri... dan kegiatan lainnya.
Aku mulai
menuruni tangga satu demi satu agar tidak terjatuh. Lalu berlari lari kecil
menuju ruang makan.
‘’Pagi
Ma, Pa!’’sapaku sembari duduk ditempatku biasa duduk. Aku menyambar 2 helai
roti tawar dan mengoleskannya 1 sendok selai cokelat ke masing masing helai dan
menggabungkannya jadi satu.
‘’Ririn,
panasmu sudah turun?’’tanya Ibuku.
Aku
menganggukkan kepala. Lalu aku melahap 2 helai roti tawar yang kugabungkan.
‘’Kau
yakin?’’tanyanya lagi. Ia berjalan menghampiriku untuk memeriksa apakah aku
baik baik saja atau tidak.
‘’Panasnya
sudah turun sih.. Tapi obatnya masih harus diminum ya?’’senyum Ibuku sembari
memberiki 4 tablet obat yang mempunyai rasa pahit.
‘’Ririn
sakit? Sakit apa?’’tanya Ayahku memukul meja makan. ‘’Kenapa kalian tidak meneleponku disaat aku
pergi kemarin??? Kan’ Papa bisa membawa pekerjaan Papa kesini’’panik Ayahku.
‘’Eeeh,
jika kamu tidak bekerja dengan baik. Anakmu mau dikasih makan apa, Tony?’’tanya
Ibuku sembari mengusap kepalaku dengan lembut lalu pergi ke tempat semula.
‘’Keluarga
lebih penting!’’bentak Ayahku. ‘’Aku tidak
mau ‘My Little Angel’-ku kenapa kenapa... Ayo kita kerumah sakit
sekarang!’’kata Ayahku yang dramatis.
‘’Tapi
aku nggak apa apa kok’’senyumku.
‘’Jadi
Pria jangan sok dramatis deh’’kesal Ibuku sembari memukul Ayah pelan.
Ayahku
terdiam sejenak lalu meraih tangan Ibuku dan menciumnya. ‘’Tangan ini... Ketika
tangan ini memukul kepalaku yang sekeras batu kesakitan ya? Maafkan aku’’sedih
Ayahku.
‘’Nggak
usah lebay!’’senyum Ibuku sembari memukul kepala Ayahku sedikit keras.
‘’Tuh
kan’ pasti tambah sakit..’’
‘’Tony,
kamu tahu kan’ akibatnya jika membuatku marah?’’kesal Ibuku.
Sembari
melihat mereka bertengkar aku menyantap 2 helai roti tawar yang sudah diolesi
selai cokelat dengan tenang. Lalu aku menuangkan segelas susu dan meminumnya.
Aku mengelap mulutku dengan selembar tisu yang berada tak jauh dari kawasanku.
‘’Aku
berangkat ya?’’kataku sembari berlari lari kecil menuju pintu keluar.
Aku
tidak tertarik dengan opera sabun bergenre romance
yang bercerita tentang suami istri mempunyai happy ending. Tetapi mempunyai
bumbu comedy didalamnya. Merusak
suasana, apakah nanti jika aku sudah berkeluarga juga seperti itu?
Aku
berjalan mendekati mobil hitam yang biasaanya mengantarkanku ke sekolah.
‘’Nona,
mobil sudah siap’’kata Pak Tono sembari mempersilahkanku untuk masuk.
‘’Terimakasih,
Pak Tono’’senyumku sembari memasuki mobil.
‘’Sama
– sama, Nona’’senyumnya sembari menutup pintu mobil agak keras sehingga bisa
tertutup rapat.
***
Mobil
hitam yang kunaiki kini sudah berhenti didepan sekolah yang sudah menerimaku
dengan baik. Setelah 1 hari lamanya aku tidak bisa mengikuti pelajaran dan
menyapa teman temanku, ada rasa kangen yang mendalam. Padahal hanya 1 hari,
tetapi entah mengapa aku merasa kesepian. Untunglah hari ini penyakitku mulai
menghilang.
Pak
Tono membukakan pintu seperti biasa yang ia lakukan dihari hari sebelumnya.
‘’Terimakasih, Pak Tono. Tetapi anda seharusnya tidak perlu repot repot
membukakan pintu untukku. Aku bisa melakukannya sendiri’’Senyumku sembari
keluar dari mobil.
‘’Tida
apa – apa, Nona. Ini adalah tugasku sebagai sopir yang paling ganteng
se-Indonesia’’kata Pak Tono dengan narsis.
Aku
tertawa kecil lalu melambaikan tangan ke Pak Tono dan berjalan menjauhi Pak
Tono. ‘’Hati – hati, Nona!’’seru Pak Tono dari kejauhan.
‘Selalu’
kataku dalam hati.
***
Aku
membuka pintu kelas dan melangkahkan kakiku memasuki kelas. ‘’Selamat pagi
semuanya’’senyumku.
‘’Pagii!!’’jawab
anak anak perempuan yang berada dikelas saat itu.
Aku
berjalan menuju tempat duduk yang biasa aku duduki dan menaruh tas merahku
diatas meja. Lalu Jeniver dan Hera
menghampiriku.
‘’Hey,
Ririn. Kudengar kamu sakit ya kemarin? Kami kesepian lho disaat kamu nggak
ada’’katanya sembari mencium tanganku. ‘’Aku merindukanmu’’katanya sembari
menatap mataku.
‘’Hentikan
perbuatanmu itu, Jeniver!’’kesalnya sembari berusaha memisahkan kami.
‘’Aku
tidak melakukan kesalahan kok, aku hanya kangen!’’serunya.
‘’Ini
namanya pelecehan!’’ bentak Hera.
‘’Haaa?
Kita kan’ sama – sama perempuan, masa pelecehan sih!??’’kesal Jeniver.
‘’Nggak
apa – apa, yang penting sekarang kita bisa kumpul kan’?’’senyumku.
‘’Hmph!’’
‘’Wuuuu
weeeek’’
Aku
hanya tersenyum tipis lalu mengobrak abrik isi tas-ku. Buku... tempat pensil...
dompet... handphone... tempat makanku
dimana? Lho, ketinggalan ya???
‘’Ummm, kalian bawa bekal nggak?’’
‘’Ririn
lupa bawa bekal ya? Tenang, ada kantin! Kau juga melupakan dompet? Tenang kau
masih bisa meminjam uang kepadaku’’kata Jeniver sembari mengusap kepalaku.
‘’Jika
kau butuh sesuatu.. Aku masih bisa digunakan kok, tenang dompetku selalu padat
penduduknya kok. Jadi jika kamu ingin meminjam uang mending ke aku saja. Karena
dompet Jeniver belum tentu ada penduduknya’’tawa Hera.
‘’Hari
ini aku bawa dompet kok! Isinya tebel juga!’’kesal Jeniver sembari mengeluarkan
dompetnya lalu melihat isinya yang hanya ada selembar uang kertas bernilai 5
ribu rupiah. ‘’Hey, Hera. Aku pinjam uangmu lagi ya?’’pasrah Jeniver.
‘’Heee,
katamu dompetmu tebel?’’sorak Hera.
‘’Aku
lupa lagi minta uang jajan’’kata Jeniver sembari tertawa kecil.‘’Maaf ya, Ririn.
Aku nggak bisa meminjamkanmu uang’’kata Jeniver dengan nada pasrah.
‘’Nggak
apa – apa, aku bawa dompet kok’’kataku sembari menunjukkan dompetku yang
bermerk ‘Milky Teddy’. ‘’Lihat!’’
Jeniver
dan Hera memerhatikan dompetku dengan seksama lalu membukanya bersama sama.
‘’Nggak
tebel juga sih, hanya ada duit 100 rb saja disini. Dan kartu pelajar. ‘’kata
Hera sembari membetulkan kacamatanya.
Jeniver
berperilaku seperti kucing yang menemukan mainan baru. Ia membokar semua isi
dompetku. Lalu ia menemukan kartu namaku.
‘’Hey,
Ririn. Kau mau bertukar kartu nama tidak?’’tanya Jeniver.
‘’Tentu’’kataku
menyanggupi.
‘’Asiiik’’soraknya
dengan gembira.
‘’Hey,
aku juga ya?’’kata Hera sembari menyerahkan kartu nama yang mengkilap.
‘’Ingat,
ini dari cewek paling ganteng di sekolah
ini, k (ok) ?’’kata Jeniver sembari menyerahkan kartu nama-nya dan
setangkai mawar merah.
‘’Terima
kasih’’senyumku.
Kebahagiaan
yang kurasakan saat ini, tidak akan berakhir kan’?
***
Bel
istirahat sudah berbunyi. Seperti biasa anak anak perempuan yang berada dikelas
berjalan keluar termasuk aku, Jeniver dan Hera. Kami berjalan menuju kantin
untuk menyantap makan siang bersama.
Sesampainya
di kantin sekolah yang selalu penuh akan anak – anak perempuan dan guru – guru
yang berfikiran sama dengan kami. Mereka membuat antrian panjang hingga ujung
antrian-nya berada di pintu masuk kantin sekolah.
‘’Ugh,
kita telat!’’kesal Jeniver.
‘’Yaudah
Jeniver dan aku akan mengantri, dan Ririn mencari tempat duduk ya? Kami akan
memesankan makanan paling enak yang ada di kantin’’kata Hera sembari
mendorongku keluar dari barisan dengan pelan.
‘’Kalo
begitu, ini uang....’’
‘’Aku
yang traktir, tenang. Si ‘bodoh’ ini
juga akan kutraktir kok’’katanya sembari memukul kepala Jeniver pelan.
‘’Siapa
yang kau bilang bodoh!??’’kesal Jeniver.
‘’Ka-Mu’’
‘’UGHHH’’kesal
Jeniver. ‘’Hmph’’
‘’Yaudah
gih sana, cari tempat yang enak ya’’kata Hera.
Aku
mengangguk – ngangguk lalu berlari lari kecil mencari tempat duduk. Memang
belum semua tempat duduk terisi penuh, tetapi ada satu meja panjang yang
ditempati oleh perempuan berambut panjang yang duduk disana. Aku memutuskan
untuk duduk disebelahnya.
‘’Apakah
kamu nggak keberatan jika duduk disebelahmu?’’senyumku.
‘’Boleh
saja asal kau mau tanggung akibatnya’’jawabnya dengan muka datar.
‘’Terimakasih’’senyumku
sembari duduk disebelahnya. ‘’Namaku Roselia Puririn, kamu bisa memanggilku
Ririn. Namamu siapa?’’tanyaku sembari menjulurkan tangan kananku.
‘’Panggil
saja aku Karin’’katanya.
‘Ia
tidak menjabat tanganku’ aku terus memandangi tangan kananku menunggu respon
darinya. Setelah lama menunggu aku menurunkan tangan kananku.
‘’Temanmu
mana?’’tanyaku lagi
‘’Tak
punya’’
‘’Boleh
aku jadi temanmu?’’
‘’Seterah’’
‘’Sekarang
kita teman?’’
‘’Mungkin’’
‘’Kau
hanya makan itu saja?’’
‘’Kenapa?’’
‘’Tidak
apa apa’’
‘’Apakah
kau selalu seperti ini?’’
‘’Diam!’’bentaknya.
Bentakkannya
membuatku terdiam sangat lama sampai aku mendengar suara Jeniver dan Hera yang mencariku.
Aku melambai lambaikan tangan,
‘’Disini!’’
‘’Eee,
tumben ini sepi...’’kaget Jeniver.
Ketika
mereka berdua melihat Karin tampang wajahnya langsung berubah lalu Hera menarikku untuk menjauhinya.
Akhirnya kami berhenti di meja panjang paling ujung dekat dengan jendela besar
disampang kakak kakak kelas 3.
‘’Apa
yang kamu lakukan?’’ tanya Hera.
‘’Apanya?’’tanyaku.
‘’Apakah
kamu tidak tahu siapa ‘Karin’ itu?’’tanya Jeniver.
‘’Siapa?’’tanyaku
lagi
Hera
lalu dengan cepat mengambil note
kecilnya lalu menulisnya dengan cepat. Lalu ia berikan padaku.
‘’Ssst!’’
Aku
makin penasaran dengan tingkah laku mereka yang panik setelah aku mendekati
anak perempuan yang bernama ‘Karin’ tadi. Lalu aku memutuskan untuk membaca apa
yang Hera tulis untukku.
‘Karin
adalah anak perempuan dari sekolah ini yang sudah jadi sasaran bully sejak
kelas 1, jadi jika kamu tidak mau menjadi sasaran selanjutnya, lebih baik mulai
sekarang jauhi dia. Dan jangan dekati dia lagi!’
Ternyata
dibalik kententeraman dan keceriaan sekolah ini masih ada serpihan
kesengsaraan?
***
Bel pulang menandakan pelajaran sekolah sudah
berakhir, murid – murid, staf, dan guru dipersilahkan pulang kerumahnya masing
masing. Tetapi untuk pertama kalinya aku nekad berkeliling sekolah sendirian.
Sekolah
ini mempunyai gedung lama yang masih berdiri kokoh tetapi sudah sedikit rapuh karena
dimakan usia. Terdengar suara suara gertakan dari dalam gedung sekolah yang
lama. Membuatku semakin penasaran dan memasuki gedung yang dibilang angker
tersebut.
Aku
mengikuti suara gertakan tersebut hingga membuatku berhenti didepan sebuah
ruangan. Pintunya sudah berlubang karena dimakan rayap, membuatku bisa melihat
kejadian yang menimbulkan suara gertakan – gertakan yang aku dengar. Ini adalah
penyiksaan.
Aku
bisa melihat Karin yang disiksa dan dibentak oleh anak kelas 3 dan beberapa
dari kelas 2. Air mataku menetes melewati pipi. Aku ingin menghentikannya
tetapi aku takut. Aku harus menghentikan semua kekonyolan ini!
‘’HENTIKAN!’’bentakku
sembari melindungi Karin.
‘’Minggirlah,
kau ingin kuhajar juga hah??’’bentak salah satu anak kelas 3.
‘’Apakah
kalian nggak punya hati? Apakah kalian tidak pernah tau perasaan Karin ketika
kalian bully? Mengertilah sedikit!!’’bentakku.
Seisi
ruangan itu hening untuk beberapa menit. ‘’Kami mengerti, kami tahu perasaan
Karin’’kata salah satu anak kelas 3 yang berkepang 2.
‘’Syukurlah
jika kalian mengerti’’senyumku.
‘’Hey
Karin masa penyiksaanmu sudah berakhir... Sebagai gantinya siksa anak ini
sesakit yang kamu mau sebagai permulaan’’senyumnya.
‘’!’’
aku menatap mata karin yang berubah bengis dan aku mulai menyadari aku sudah
menjadi korban baru mereka. ‘’Kenapa?’’
‘’Salahmu
sendiri, bodoh. Jangan sok ikut campur jika tidak tahu apa – apa. Seharusnya
kau tidak perlu melakukannya, dasar BODOH!’’tawanya sembari menendang perutku
hingga aku mengeluarkan percikan darah. ‘’Hey teman – teman, ayo saatnya kita
untuk membuang ‘sampah’ keluar dari
istana kita’’kata Karin mengajak anak – anak perempuan yang terus tersenyum
menikmatinya.
Tubuhku
diangkat oleh mereka lalu dilempar dari lantai 3 kebawah. Untunglah Tuhan masih
melindungiku. Tubuhku menimpa tanaman yang tumbuh secara lebat sehingga tidak
menimbulkan rasa sakit.
‘’Cih,
meleset’’tawa Karin dari lantai 3. ‘’Kali ini kami biarkan kamu kabur, tapi
lain kali kami akan membuatmu mampus! Bye bye Ririn’’senyumnya sembari
meninggalkan jendela.
Aku
takut, sangat ketakutan. Pembulian ini lebih buruk daripada yang sebelumnya.
Seharusnya aku mendengarkan kata – kata Hera. Kenapa?
Aku
segera bangkit dan berlari sekencang mungkin menuju gerbang sekolah. Mobil
hitam dan Pak Tono terlihat sudah lama menunggu. ‘’Astaga, aku lupa melihat handphone-ku’’kataku sembari mencari
cari handphone yang berada di dalam
tas merah-ku. ‘’Pukul 5??’’panikku. ‘’My mother will mad at me!’’kataku
sembari berlari menuju mobil hitam yang setia menungguku, dan Pak Tono yang
terus berusaha untuk menghubungiku.
‘’Lho
Non, baju-nya kok kotor!??’’tanya Pak Tono.
‘’Tadi...’’Aku
berusaha untuk mencari alasan agar ia tak khawatir. ‘’Tadi aku habis jatuh,
hahaha’’kataku sembari tertawa kecil.
Pak
Tono menggeleng gelengkan kepala. ‘’Ada ada saja, Non. Yaudah kalo begitu, kita
pulang ya?’’kata Pak Tono sembari mempersilahkanku masuk ke dalam mobil.
***
Keesokan harinya, aku sudah siap dengan resiko
yang akan ku dapat. Asalkan aku punya Jeniver, Hera, keluargaku, dan Tuhan, aku
akan baik baik saja. Aku melangkah menyusuri lorong sekolah dengan percaya
diri. Aku mulai dijauhi oleh orang -
orang, jika aku mendekati mereka, mereka menjauhiku. Aku benar benar
merasa seperti sampah.
Aku
melihat murid – murid perempuan berdesak desak untuk melihat berita hangat yang
biasanya baru dipasang pagi hari tadi. Aku merasa penasaran dan menyusup
menyusuri krumunan tersebut. Terpasang berita yang menyatakan bahwa sekarang
yang menjadi sasaran adalah aku.
Aku
berjalan mundur dan berlari sekencang mungkin menuju memasuki kelas. ‘’Selamat
pagi semuanya’’sapaku. Mereka sibuk dengan kegiatannya sendiri sendiri.
Aku
menuju tempat dudukku yang sudah penuh dengan coretan dan sampah. Aku
membersihkannya dan manaruh tas merahku diatas meja. Aku bingung mengapa
Jeniver dan Hera tidak mendatangiku seperti biasa. Sebagai gantinya aku berjalan
mendekati mereka, ‘’Pagi’’.
Aku
menunggu reaksi Jeniver dan Hera tetapi mereka hanya diam lalu berjalan menjauh
meninggalkanku. Aku duduk kembali ke tempat dudukku sembari tidak percaya bahwa
mereka juga meninggalkanku. Tak kusadari bahwa kelas yang aku tempati saat itu
hanya ada aku yang terus terdiam dan terus berharap ini hanya mimpi.
Aku
sudah melakukan sesuatu yang membuatku kembali tersiksa.
***
Bel
istirahat sudah berbunyi. Teman – temanku semuanya meninggalkan-ku sendiri
didalam kelas, termasuk Jeniver dan Hera yang sudah kuanggap sebagai
keluargaku sendiri. Tak kusangka mereka
setega ini.
Untuk pertama kalinya aku melalui
jam makan siang sendiri. Aku terus menepati tempat dudukku dengan pandangan
kosong sembari menyantap makanan yang berada di kotak bekal yang biasa
menemaniku saat aku lapar. Aku terus menjaga tempat dudukku agar tidak diapa
apakan oleh teman - temanku. Aku benar benar menderita.
Aku akan melewati hari hariku
dengan penderitaan, mulai hari ini.
***
Tak terasa sudah 1 bulan sejak
kejadian tersebut. Hari sekolahku sudah memasuki bulan Mei. Aku mulai terbiasa
disiksa oleh mereka, ditendang, dilempar, dan berbagai hal menyakitkan lagi.
Aku sudah menjadi satu satunya anak yang menderita di sekolah ini.
Setelah pulang sekolah aku biasanya
disiksa lebih kejam daripada yang biasanya. Aku jadi lebih sering pulang malam
karena mereka. Nilai nilaiku menurun karena mereka. Aku menderita karena
mereka. Tetapi semuanya dimulai karena kebodohanku. Aku yakin orangtuaku akan khawatir
dan kecewa terhadapku. Maafkan aku yang hanya bisa meratapi nasib.
Aku menduduki tempat duduk yang
biasanya diduduki Karin disaat ia menjadi sasaran. Tidak ada yang mendekatiku
karena sudah tahu akan resikonya jika ia melanggar. Guru – guru disini juga, ia
tidak berani menuntaskannya karena ini sudah menjadi tradisi turun menurun.
Guru – guru sudah angkat tangan.
Tiba tiba handphone-ku berbunyi menandakan ada pesan masuk. Aku membuka handphone-ku untuk bisa melihat apa
isinya.
‘To : Ririn
Maafkan kami yang hanya bisa
melihatmu dari kejauhan. Maafkan kesalahan kami selama sebulan ini. Maafkan
kami yang sudah lari karena tak mau mendapat kesengsaraan. Mungkin Ririn sudah
tak mau memaafkan kami. Kami akan memberitahumu cara keluar dari penderitaanmu.
Caranya adalah dengan melawan mereka sekaligus!
From your best friend : Jeniver
and Hera.’
‘Melawan mereka ya? Hal yang
paling menyenangkan yang ingin ku lakukan saat ini’ pikirku sembari melihat
kedatangan Karin dan yang lainnya. Game
On! Aku tidak akan mundur!
‘’Hahahaha, sepertinya kau sudah
terbiasa sengsara ya?’’tawa Karin dan teman – temannya.
‘’Tak kusangka kalian berani
menyiksa orang didepan guru guru’’kataku datar.
‘’Tak kusangka kebodohanmu inilah yang membuatmu
jadi begini’’ katanya sembari mendorongku hingga jatuh. ‘’Heh, belikan makanan
sono! SEKARANG’’bentak Karin.
‘’Punya kaki kan’ punya tangan
kan’? Beli aja sendiri! ‘’tolakku.
‘’SONOO BELII!! KALO DISURUH BELI
YA BELI!! PUNYA OTAKKAN’? KAMU TUH LAGI JADI SASARAN KAMI. JADI MENDING
NURUT!’’bentak salah satu dari mereka.
‘’Hell to the lo, kamu siapa?
Ketua? Wakil? BUKAN KAN’?? Pengikut aja bangga. Hmpph jangan bikin aku ketawa
deh’’sorakku.
‘’Bosen hidup?’’kesal anak
perempuan berambut merah.
‘’Bisa jadi, yayayayayay, TIDAK
TIDAK TIDAK. BISA JADI BISA JADII. GOOOALL’’sorakku.
‘’Lo bener bener nyari mati ya?
Cepetan, daripada kena Fenthung, nangis deh’’tawa salah satu dari mereka yang
beramput pirang.
‘’Diem! Dasar curut. Pengikut aja
bangga’’
‘’Heh, kamu nggak tahu ya klo
kamu itu ada di posisi ‘SA-SA-RAN’ ‘’kata Karin sembari menjabambak rambutku.
‘’Karin... Kamu ini juga pengikut
kan’? Yang sok – sok-an jadi ketua? Padahal mantan sasaran tapi belagu. OMG Aku
kasian sama kamu, baru bisa ngerasain rasanya nyiksa orang’’tawaku.
Karin yang saat itu benar benar
marah lalu menghajarku dengan keras.
‘’Ayo, LAGI!! LAGII!! CUMA SEGITU
KEKUATANMU??’’kataku sembari menahan sakit.’’udah? Klo gitu gilaranku’’kataku
sembari menghajar Karin dengan beberapa kali tonjokkan. ‘’Eeee, masa gitu doang
langsung lemes? GAK ASIK!’’kataku sembari melempar Karin hingga membuat ricuh
keadaan.
‘’Kamu bener bener pengen mati
ya?’’kata seorang perempuan yang diduga adalah ketua.
‘’Klo iya kenapa? Aku dah pasrah,
mau diapain juga kehidupanku bakal gini gini juga. Oh iya asal kamu tahu aja
ya, kamu gak pantes jadi ketua pembulian kalo kamu. UGHHH KAMSEUPAAY,
IEUUUUH’’kataku sembari mendorongnya hingga jatuh. ‘’ OMG, kamu ketua kan’? Masa gitu doang
langsung jatuh, OMGGG gak jaman banget kale. Ketua tapi digituin doang jatoh.
OH MY GOD OH MY WOW’’sorakku.
Anak perempuan yang berbadan
besar menghajarku hingga membuatku terpental. ‘’Kamu bakal MATI
disini’’katanya.
‘’Hohoho, aku siap mati kapan
saja. Kekuatanmu itu gak sebanding dengan apa yang kalian padaku. Jadi pada
intinya aku dah tahan ‘’kataku sembari mengelap darahku. Aku menggerak gerakkan kepalaku dan
memutarnya. ‘’Hmmm, sekarang aku akan melawan seekor gajah. Aiih gampangnya’’
Anak perempuan itu makin murka
lalu berlari mengarahku, aku yakin ia tak bisa memberhentikan langkahnya
sehingga aku hanya perlu menggeserkan tubuhku. Aku melihat anak perempuan yang
berbadan besar itu melukai dirinya sendiri. ‘’Whoops, salah sasaran ya? Cup
cup... Kasiaan’’senyumku.
Pada
akhinya aku dihajar ramai ramai oleh mereka. Tetapi aku tidak akan mundur lagi, aku tidak
akan menuruti perkataan mereka. Aku akan segera mengakhiri tradisi bodoh ini
dan membuat sekolah ini lebih menyenangkan. Aku pindah kesini untuk mendapatkan
teman bukan penghinaan.
Tidak
kusangka aku hanya perlu merunduk untuk membuat mereka saling menghajar satu
sama lain. Lalu aku keluar melewati sela sela selangkangan kaki kaki mereka.
Aku
menggeleng gelengkan kepala dan menahan tawa. ‘’Siapa yang bodoh sekarang,
dasar BO-DOH!’’sorakku.
Anak –
anak bodoh itu mulai menyadari bahwa mereka bukan menghajarku tetapi
menghajar satu sama lain. Aku menahan
tawa yang melihat mereka dengan wajah yang bonyok dan biru. Mereka lalu
menatapku tajam, sebagian ada yang pingsan karena tidak tahan oleh sakitnya.
‘’Gimana? Sakit? Apa yang kau rasakan sekarang tak sebanding dengan anak
yang menjadi ‘sasaran’. HAHAHAHAHAHA
melakukan sesuatu tanpa tahu resiko, dasar BO-DOH!’’sorakku. ‘’AYO SEMUA-NYA
TERTAWA, INI ADALAH BAHAN LELUCON YANG PANTAS UNTUK DITERTAWAKAN!’’perintahku
sembari mengangkat tanganku naik turun untuk memandu seisi ruangan untuk
menertawakan mereka.
Anak –
anak bodoh tersebut menutupi telinga mereka dan menangis bersamaan. Mereka
sepertinya sudah merasakan rasanya menjadi sasaran.
‘’Maafkan
kami’’isak salah satu dari mereka.
‘’Eeh?
Maafkan kalian? Setelah apa yang kalian lakukan padaku? OMG Ngimpi apa aku
barusaan’’tawaku. ‘’Ya kaan...’’ Aku melihat sekeliling ruangan. Aku melihat
Madam Carlos yang menggeleng gelengkan kepala dengan raut wajah ingin menangis.
Aku menyadari
bahwa orang yang membalas dendam itu lebih rendah dari sampah. Oh Tuhan, apa
yang kuperbuat? Maafkan aku! Tuhan, sekarang apa yang akan kulakukan??
Aku berjalan mendekati mereka
sembari menginstruksikan seisi ruangan untuk diam. ‘’Apa jaminannya jika aku
memaafkan kalian?’’tanyaku.
‘’Kami
akan pindah sekolah’’
‘’Ditolak’’
‘’Kami
akan membiarkan kalian memasukkan kami semua ke tempat sampah’’
Aku
menggeleng gelengkan kepala.
‘’Aku
hanya mau mendengar sebuah janji dari mulut kalian sendiri. Janji untuk tidak
membully lagi’’kataku.
Mereka
menatap satu sama lain dan menelan ludah.
‘’Kami
berjanji untuk tidak membully lagi’’kata mereka dengan terpaksa.
‘’Ingat
Tuhan itu ada, jika kalian melanggarnya mungkin kalian akan mendapatkan yang
lebih parah dari ini’’
‘’Ugh’’
‘’Kalian
kumaafkan’’senyumku.
Seisi
ruangan bertepuk tangan dengan senyuman lebar dimuka masing masing termasuk
Madam Carlos yang menyeka air matanya dengan sapu tangannya.
Ternyata
benar, bahwa Tuhan tidak akan memberi ujian untuk hambanya yang tidak sesuai
dengan kemampuannya. Terimakasih karena telah membuatku jadi lebih kuat lagi
dari sebelumnya, terimakasih telah memberiku ujian yang membuatku sadar untuk
tidak mundur ditengah pertempuran. Sekali lagi terima kasih Tuhan.
‘’Terimakasih
telah mengakhiri tradisi turun menurun ini, Ririn’’senyum Madam Carlos sembari
menjabat tanganku.
‘’Maafkan
kami Ririn!!’’sorak Jeniver dan Hera.
‘’Tidak
apa – apa, kalian tidak salah kok. Ini kesalahanku’’senyumku
‘’Kau
memang teman kita yang terbaik!’’kata Jeniver sembari mengecup pipiku lembut.
‘’Aaiih,
aku ini masih normal, ok? Aku perlu ke UKS, maukah kalian menemaniku?’’mohonku.
‘’Apapun!’’sorak
Hera sembari memelukku.
‘’Aku
anggap ini semua adalah kecupan dan pelukan antar sahabat ok?’’
‘’Eeeh,
jadi kecupanku yang penuh cinta ini hanya sebatas sahabat?’’kata Jeniver dengan
nada kecewa.
‘’Kalian
ini masih normal kan’?’’kata Madam Carlos sembari memukul kepala kami dengan
pelan. ‘’Lalu bagaimana ini?’’tanyanya sembari menatapi anak – anak yang
terluka.
‘’Aih,
aku harus mengeluarkan tenaga lagi untuk menggopong mereka’’kataku sembari
menggerakkan pundakku yang mengeluarkan bunyi.
‘’Tidak,
kita harus memanggil ambulance’’kata Madam Carlos sembari mengeluarkan telepon
genggamnya.
‘’Eee,
nanti aku yang disalahin lagi’’ kataku.
‘’Bilang
saja ini kesalahan mereka sendiri <3’’santai Madam Carlos.
Lalu
kami tertawa bersama – sama.
*Ini
disebut tertawa di penderitaan orang lain :v, jangan ditiru karena terlalu
berbahaya J
Jangan tiru TS :v
Happy End <3 <3
<3 <3
Ceritanya gaje njir :v :v :v