Sabtu, 24 September 2016

Sakit


           Kamu bagaikan permata di tengah – tengah bongkahan emas. Berbeda dari yang lain, setidaknya di mataku, kau adalah yang paling bersinar, entah apa yang membuatku tertarik padamu. Sejak kapan ku memerhatikanmu, melihat berbagai macam ekspresi yang telah kamu ciptakan. Dengan ajaibnya sudah membuatku rindu bila kau tidak ada di pengawasanku.

Kamu datang bagaikan kilat, bagaikan rintik hujan yang turun ke tanah, terus menerus tanpa henti. Menghancurkan dinding pelindungku, membawaku lari dari batas amanku. Mengajakku pergi ke istanamu, memperlakukanku bagaikan tuan puteri. Entah apa status kita, apakah hanya sebatas titik koma yang bisa berhenti kapan saja, atau ini semua hanya khayalan mimpiku. Jika begitu, biarkan aku tertidur dalam jangka yang lama, karena aku masih ingin disini mendengarkan ocehanmu seperti yang biasa aku lakukan.

Berbagai macam cerita yang kamu lontarkan, suara berat yang kamu latunkan, membuatku terpaku di tempatku berada. Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa aku masih ada disini? Kenapa aku masih mendengarkan ceritanya yang bahkan tidak terlalu menarik untuk didengar. Namun, bibir ini selalu mengeluarkan tawa secara otomatis, mata ini pernah berurai air mata ketika kamu sedang bersedih. Pipi ini akan memerah ketika kamu melontarkan gombalan – gombalan kosongmu. Aku akui, kamu sudah  berhasil mengambil semuanya.

Remang – remang lampu mempermudahku untuk melihat wajahmu dengan jelas, aku ingin sekali berterima kasih kepada Tuhan setiap saat ketika aku bisa melihat kedua manik matamu yang membuatku semakin rindu. Kamu didepanku, sedang menyeruput segelas kopi dengan aroma yang bisa tercium oleh indera penciumanku. Wajahmu seakan menunjukkan bila kamu menikmati minuman yang kamu minum, terlihat dari kedua matamu yang menatap segelas kopi itu dengan hati – hati, menyukai tiap tegukkannya sehingga menimbulkan ulasan senyum yang selalu aku tunggu setiap hari. Aku terkikik ketika tanpa aku sadari, aku iri pada segelas kopi ekspresso.

“Hmm, kamu kenapa?” tanyamu.

Aku menggelengkan kepalaku, “Tidak, tidak apa – apa. Err- Tumben sekali kamu mengajakku kesini?” Kedua pipiku memerah sembari melihat kearah kedua matanya. Memujanya secara diam – diam. Ya, kami sedang berada tempat yang menurutku romantis, di sebuah kafe yang bisa membawa kita ke masa lalu. Dengan berbagai macam bunga dan warna menghiasi tiap sudut ruangan. Ditambah, kamu mengenakan pakaian semi formal yang membuatmu semakin menarik. Tidak, kamu sempurna walaupun kamu mengenakan pakaian yang biasa kamu kenakan disaat kamu sedang berada di rumahmu.

Memoriku membuatku ingat kembali kejadian dimana kamu menungguku dirumahmu, dengan tampilan yang berantakan, sedangkan tanganmu tidak bisa lepas dari tanganmu. Saat itu aku sedang bersembunyi di balik bangunan, memerhatikan ekspresi khawatirmu dengan telepon genggam yang senantiasa menempel di telinga kananmu ketika hari sudah semakin sore. Lalu, kamu langsung beranjak dari posisi nyamanmu, memasuki rumah kontrakkanmu dan keluar dengan setelan baju pergi khasmu. Kaos putih dengan garis biru, dipadu oleh celana panjang bewarna biru tua dan sepatu kets kesukaanmu

Ketika kamu hendak menaiki sepeda motormu, aku muncul dihadapannya. Ia menoleh kepadaku dengan mata yang melebar namun segera ia menunjukkan senyum andalannya. Senyum lebar ditambah dengan pelukkan hangat.

“Aku pikir kamu kenapa – kenapa, seharusnya aku yang mengantarkannya sendiri kerumahmu.” Kata – katamu seakan menunjukkan kekhawatiran yang mendalam, suaramu semakin mendalam, semakin membuatku berharap lebih.

Kamu menundukkan kepalanya, sehingga aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Kedua tangannya menangkup wajahku dengan lembut. “Kau tahu, aku mendengar berita bila ada seorang kriminal yang melarikan diri ke daerah ini-“ Kedua matanya menghangat,hampir membuatku salah paham bila ada cinta disana. “Dan tolong angkat telepon dariku,” lanjutnya sembari melepaskan tangkupannya.

Segera aku tangkis semua khayalanku, dengan wajahku yang masih menghangat, kedua tanganku berusaha menyalakan telepon genggam milikku. Betapa terkejutnya aku ketika kamu meneleponku berkali – kali, memenuhi hampir dua halaman panggilan yang tidak terjawab. Dan mendapatkan banyak pesan yang tidak terjawab olehmu. Oh tidak, jangan buatku berharap lebih jauh. Tapi rela kah aku bila melihatmu dengan yang lain? “Jangan buat aku khawatir lagi-“ Kamu memelukku untuk kedua kalinya hari itu, menjalarkan kehangatan, membuatku terlindungi dari berbagai macam bahaya. Membuatku semakin terobsesi olehmu.

“Meysa”

“Meysa”

Suaramu berhasil menyelamatkanku dari lautan memori, pipiku kembali merona terlebih sehabis aku mengingat kenangan indah denganmu. Bila kita nanti akan berakhir, aku akan lebih memilih bertahan seperti ini. Biarkan hanya aku yang jatuh cinta, anggap aku bodoh, namun perasaan yang kini kurasakan seakan membutakanku akan kenyataan.

“Kamu hari ini aneh deh,” kekehmu. “Penasaran ngga kenapa aku menyuruhmu untuk datang?” Kedua matamu berbinar melihatku, membuatku terkikik akan tingkahnya yang bersemangat kini. Aku menyukainya, tiap jengkal ekspresimu. Tidak ada yang tidak aku sukai.

Kamu menungguku untuk menjawab pertanyaannya dengan senyuman lebar, memamerkan deretan gigi putihnya. Hey, bolehkah aku berharap lagi. Bila kamu mencintaiku, lebih dari yang pernah kamu sebutkan. Ya, cintai aku sebagai perempuan. “Tidak, memangnya kenapa?”

Kamu mengeluarkan sebuah buket bunga bewarna merah marun. Jantung ini berdegup kencang ketika ia menghirup aroma kumpulan bunga mawar itu. Wajahku kembali memanas, mungkin lebih panas dari yang biasa. Bila aku tahu saat ini akan datang, aku akan memakai pakaian yang lebih pantas, tidak seperti yang aku kenakan, kemeja bewarna putih yang dipadu oleh celana pensil bewarna biru muda.

“Kamu tahu, aku sedang menyukai seseorang. Seseorang yang sebenarnya sudah aku perhatikan sejak dulu.” Kamu mengatakannya dengan penuh penghayatan, penuh cinta membuat bibirku mengatup. “Seseorang yang entah kapan aku perhatikkan sejak lama..” Kamu kembali mendongakkan kepalamu, kedua pipimu yang sedikit merona. Aku berusaha mencari kebohongan di manik matamu, tapi tidak. Apakah kamu bersungguh – sungguh?

Kamu segera menarik tanganku sebelum aku berhasil mengeluarkan kata – kata yang sangat ingin aku keluarkan, ‘Aku mencintaimu, sudah lama dan kini kamu sudah membuatku jatuh cinta untuk kesekian kalinya.’ Namun tidak, sepertinya kata – kata itu tidak akan bisa terucap. Karena kamu membawaku kehadapan seorang perempuan dengan paras yang sangat cantik bagaikan tuan puteri sungguhan. Membuatku merasa hanya sebagai tokoh tambahan, atau mungkin orang kedua di tengah – tengah tokoh utama. Tokoh yang paling di benci oleh pembaca.

Kamu bersimpuh sedangkan kedua tanganmu menggenggam erat buket bunga mawar itu dihadapannya. Aku tahu kamu sedang gugup, aku tahu bahwa kamu menatap perempuan itu dengan penuh cinta. Aku tahu semua, semuanya. Sudah 10 tahun lebih kita bersama, membuatku yakin bila hanya aku yang tahu kekurangan maupun kelebihanmu selain keluargamu dan Tuhan.

“Arlyn, maukah kamu- Menjadi kekasihku?” Kamu mengucapkannya tanpa mengetahui, bila perasaanku sudah hancur menjadi berkeping – keping sekarang. Rusak semua rencana cerita yang ingin aku lakukan denganmu. Apakah selama ini kamu tidak merasakan perasaan apa yang aku harapkan selama ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mencintaimu dalam diam yang selama ini aku lakukan?

Arlyn, perempuan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju. Menimbulkan perasaan senang yang terlukis jelas di wajahmu. Orang – orang disekeliling mereka menepuk kedua tangannya sembari menggoda pasangan baru hari ini, dan ada yang memberikan mereka selamat. Aku termasuk orang – orang tersebut, memberikan tepuk tangan dan kata – kata yang bahkan tidak ingin aku lontarkan.


Oh Tuhan, bila mana Engkau tahu hari ini akan datang. Mengapa Kamu membiarkan aku merasakan jatuh cinta? Perasaan yang dulu aku anggap sebagai omong kosong, karena banyak sekali orang – orang yang terpuruk oleh ini. Dan dengan bodohnya aku merasakannya, sesuatu yang mungkin bisa menutup pintu hatiku untuk jangka waktu yang sangat lama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rehat

Bagi yang ngga tau, gue ngebuat komik di webtoon dengan judul 'cliche'. Komik tersebut sudah gue ulang sebanyak 3x dengan viewer yan...