SAMPAH
Angin pagi hari ini
berhembus sangat kencang, hingga berhasil membanting pintu kelas 8-2 saat itu.
Diselingi oleh rintik rintik hujan yang makin lama makin lebat. Orang orang
yang berada di lapangan segera meneduh di lantai bawah, sebagian orang sudah
berlarian naik kelantai 2 dan 3. Guru guru mulai berlari lari kecil sembari
membawa payung yang beraneka ragam lalu menaiki satu demi satu anak tangga. Aku
yang saat itu sedang menggambar sebuah sketsa terhenti dikarenakan guru jam
pertama sudah memasuki kelasku saat itu. Guru itu bernama Mrs. Sophie , guru
Bahasa Inggris sekaligus wali kelas 8-2. Saat saat itu adalah bagian yang
sangat membosankan, ingin sekali tertawa tetapi tidak bisa. Mrs. Sophie adalah
guru tergalak yang pernah aku lihat, ia sudah menimbulkan banyak korban yang
pindah sekolah karena dia. Karena perilakunya itu, Mrs. Sophie adalah guru yang
paling dibenci oleh anak anak kelas 8 dan 9, bahkan kelas 7. Tidak ada yang
bisa melawan Mrs. Sophie, kecuali kepala sekolah.
‘’Yak, anak anak.
Keluarkan buku Bahasa Inggris terpadu, sekarang!’’perintah Mrs. Sophie sembari
memukul mejanya dengan rotan panjangnya. Tanpa basa basi orang orang termasuk
aku diruangan itu mulai mengeluarkan buku yang diperintahkan Mrs. Sophie.
Disaat aku menoleh sekilas ada seorang anak baru yang tidak tahu apa apa sedang
memegang telepon genggamnya untuk mengecek ada panggilan atau tidak.
‘’Yak, anak baru
yang disana, kesinikan handphonemu!’’bentak Mrs.Sophie dengan wajah jengkel
melihat ada anaknya yang memainkan telepon genggam. Anak baru itu dengan takut
maju kedepan dengan ketakutan dan menghadap Mrs. Sophie. ‘’Kamu tahu, jika
dipelajaran ibu tidak ada dan memang tidak boleh memainkan handphone, walaupun
hanya memegang!’’ bentak Mrs. Sophie memukul pundak anak baru itu dengan rotan
panjangnya itu. Anak baru itu merintih kesakitan sembari memegangi pundaknya
dan tangan kanannya masih memegangi telepon genggam miliknya. ‘’Sini
handphonemu!’’lanjut Mrs.Sophie sembari mengambil paksa telepon genggam anak
baru itu. Mrs. Sophie hanya melihat
sekilas telepon genggam anak baru itu, anak anak yang lain juga terkagum kagum
melihat telepon genggam anak baru itu karena telepon genggamnya itu adalah
iphone 5. Mrs. Sophie langsung melempar
telepon genggam anak baru itu ke tembok layaknya sang master. Orang orang yang
berada di kelas langsung terkejut, ingin menggertak tetapi nggak bisa. Anak
baru itu hanya tertunduk melas sembari berjalan kembali ketempat duduknya.
‘’Ada yang mau
memainkan handphone lagi?’’tanya Mrs. Sophie.
...
Iya, biar greget. Galak
banget sih jadi guru. Baru naik kelas 8, dikasih kesan yang nggak enak.
Sepertinya lebih enak waktu kelas 7.
...
‘’Oke, sekarang
kita akan mengulang aljabar’’kata Mrs.Sophie sembari membetulkan kacamatanya.
Aku menengok ke kanan dan ke kiri. ‘’Apa yang kamu lakukan, Clarissa ?’’bentak
Mrs.Sophie. ‘’Maaf, Mrs. Mrs. Sophie
kan’ mengajar Bahasa Inggris, kenapa belajar matematika?’’jawabku dengan nada
ketakutan. Mrs. Sophie berjalan mendekatiku sembari membawa rotan.
...
Mama, jika aku pulang tinggal nama. Aku lebih suka dikremasi
daripada di kubur. Nanti hanya menuh menuhin kuburan karet bivak aja.
...
Aku merasa jika
diriku mengeluarkan keringat dingin, dan rasanya isi kepalaku mulai nggak
karuan, dunia makin lama semakin gelap. Aku juga merasa badanku terasa ringan.
Ketika aku bangun aku sudah berada di ruang kesehatan. ‘’Ooh, lo dah bangun?’’
sahut seseorang anak perempuan. ‘’W dimana? Lo siapa? W siapa?’’kataku seperti
orang yang hilang ingatan. ‘’Lo hilang ingatan, Ris? Lo nggak ingat siapa w?
Maafkan w gara gara nggak sengaja ngepentokin kepala lo ke tembok tadi’’ resah
Shifa smebari memegangi keningku. Aku memegangi keningku , aku merasakan
benjolan di keningku, ketika aku pegang aku merasakan sakit. ‘’Anjir lo Shif,
orang pingsan lo pentokin kepala w ketembok’’kataku yang masih memegangi
keningku.
‘’Lo kagak AMNESIA
kan’, Ris?’’senang Shifa sembari mengguncang guncangkan badanku. ‘’Ya kagaklah,
kalo w AMNESIA w kagak inget siapa elo, dan elo berarti bukan siapa siapa w’’jawabku.
‘’By the way, thanks
banget ya’’kata Shifa. ‘’Thanks buat apa?’’ bingungku. ‘’Yaaa, lo dah
nyelamatin w dari kelas Mrs. Sophie. Sumpah pas lo bilang kalo dia seharusnya
ngajar Bahasa Inggris dia langsung bengong kek patung’’katanya sembari tertawa.
‘’Really? Okey, than give me your money for your thanks’’. ‘’Just
kidding’’lanjutku.
Aku meminum segelas
teh hangat yang berada disebelahku. ‘’Lo haus, Ris?’’ledek Shifa. ‘’Lo pengen
nih? W kasih, gratis buat elo’’kesalku sembari memberikan gelas yang telah
kosong itu. ‘’Yee, gelas kosong lo kasih ke w’’kata Shifa. Aku melihat kembali
gelas kosong itu.
...
Perasaan aku hanya minum setengah saja
...
Bel berbunyi 3 kali
tanda waktunya untuk pulang. ‘’Loh, emang sekarang jam berapa?’’ bingungku yang
langsung menyambar telepon genggamku yang berada di kantung atas bajuku. ‘’Lo
udah kek sleeping beuty, pingsan sampe jam 3’’kata Shifa yang lebih dulu
melirik kearah jam tangannya. ‘’Lo kok kagak bangunin w!?’’kesalku sembari
melempar selimut yang menutupi badanku.
‘’Slow donk mbak,
masih mending lo dah sadar daripada lo bener bener kek sleeping beauty
tdur sampe bertahun tahun’’ kata Shifa
sembari mengambil selimut yang terlempar olehku. ‘’Lo tunggu disini dulu, w
ambil tas w sama tas lo. Lo tiduran aja dulu, pura pura masih pingsan. Nanti lo
disuruh keluar lagi lo’’lanjutnya sembari menutupi badanku dengan selimut yang
ia pungut.
‘’Cepetan ya? Nggak
pake lama!’’perintahku sembari memainkan telepon genggamku. ‘’Lol, lo kira w
pembantu lo apa? Iya iya, paling w ngambilnya 5 menit gosipnya 5 jam-an’’kata
Shifa sembari meninggalkan ruang kesehatan.
Aku tertawa kecil
lalu melirik kembali telepon genggamku, tidak ada panggilan masuk dan sms
masuk. Aku menghela nafas, lalu melanjutkan novel romanceku yang tidak pernah
selesai. Aku mulai bosan hingga membuatku melirik kanan dan kiri. Aku melempar
selimutku lagi lalu memungutnya lagi. Aku melirik ke arah telepon genggamku
lagi.
‘’Maaf lama, tadi w
nge-gosip dulu’’sahut Shifa sembari melempar tasku yang berwarna hitam merah
itu. ‘’Santai dong bro’’ kesalku yang merasa terbebani karena tasku sendiri.
‘’Sori, sori’’
Aku mengambil tasku,
lalu aku melirik kearah pocketbacku yang berholder hitam. ‘’Loh, isi pocketbac
w kok’ tinggal dikit?’’tanyaku bingung. ‘’Dipake sama anak anak kali, kan’
dikelas pada pocketbac mania, lagian isi pocketbac lo itu tuh paling wangi di
kelas, jelas si pocketbac mania demen’’ jelas Shifa. ‘’Najis, emang apa enaknya
sih?’’ ‘’Lah lu kalo dah tau itu pocketbac apa enaknya lo beli’’ ‘’W kan
ngikutin tren’’.
‘’Udah ah pulang, w
pengen nonton Beauty and The Geek nih’’kata Shifa sembari membawa tasnya yang
berwarna putih bermerk ‘Jansport’ ‘’Wesh, keknya w baru sadar kalo lo pake tas
baru. Jansport lo yang gambarnya kek bendera lusuh itu kemana?’’tanyaku. ‘’W
buang, ya nggak lah. Ada tuh dirumah, lo mau?’’tawarnya. ‘’Ogah, bekas lu.
Mending w beri baru’’tolakku sembari mengambil tas hitamku lalu meninggalkan
ruang kesehatan.
***
Ketika kami berdua sudah memasuki lapangan sekolah, tidak sengaja kita
melihat anak anak klun basket sedang bertanding dengan klub dari sekolah lain.
Tiba tiba Shifa menghentikan langkahku dan menginstruksikan untuk melihat
pertandingan itu. ‘’Paan sih lu’’kesalku yang ingin pulang. ‘’Itu lihat, anak
anak klub basket sekolah kita, keren banget kan’?’’kagumnya ‘’Pengen w pacarin
deh, apalagi itu tuh yang itu, yang jadi kapten. Sumpah, keren
banget!’’lanjutnya.
‘’Pacarin lah sono, w pulang ya?’’kataku sembari berjalan meninggalkan
Shifa. ‘’Lo kok gitu sama w?’’kesalnya seperti seseorang yang dikhianati
temannya sendiri. ‘’Yaa, w kan’ pengen pulang. Lo sendiri juga pengen nonton
beauty and the geek kan’?’’ tanyaku.
‘’Kalo itu kan’ bisa w tonton di internet, nah ini live’’kata Shifa.
‘’Emang lo boleh pulang telat? Ini bisa sampai jam 6-an loh’’kataku sembari
melirik kearah jam tanganku yang belum aku pasang. ‘’Ini kan’ bertandingan yang
jarang jarang’’ jawab Shifa nggak mau kalah.
‘’Gini deh, w nemenin elo nonton sampe jam 4-an, lebih dari itu w
pulang’’kataku yang sudah kalah dengan kata kata Shifa. ‘’Thanks Clarissa’’.
Aku menghela nafas sembari menganggukan kepala.
Shifa menyemangati klub basket sekolah kami layaknya seorang anggota
cheers yang handal. Anggota cheers yang lagi latihan di teras sekolah langsung
berdatangan menghampiri Shifa. ‘’Lo pengen ikutan cheers?’’tawar seseorang anak
perempuan yang ternyata kapten cheerleader. Shifa yang sepertinya kaget akan
tawarannya tersebut langsung menerimanya tanpa basa basi.
‘’Ris, lo mau ikutan nggak?’’tawar Shifa. ‘’Maaf, kalo buat temen lo
yang ini.. Nggak boleh. W takut bukannya pas lomba kita bukannya menang malah
kalah plus kita mendapatkan tertawaan dari orang orang kalo kita mempunyai
anggota cheers kek dia’’ ledek anak perempuan itu. ‘’Yaudah lo aja yang ikut, w
mau pulang. Bye Shifa, jangan nyasar di jalan ya?’’kataku sembari melambaikan
tangan dan berlalu dari hadapannya.
***
Ketika aku berjalan keluar melewati gerbang sekolah, aku merasa jengkel
pada diriku sendiri karena tidak dikaruniai wajah yang cantik dan badan yang
bagus. Sebenarnya aku ingin masuk cheers tetapi aku nggak bisa karena
keadaanku. Jadi aku beralih menjadi seorang ‘otaku’. Aku berjalan melewati WT
(Warung Tegal) aku melihat anak anak berandalan dari sekolahku sedang
berkumpul. Ketika aku milihat dengan seksama, aku melihat anak anak dari
kelasku sedang merokok dan meminum alkohol. Aku terdiam tanpa kata.
Aku menunggu angkutan umum yang melewatiku, aku terdiam hingga aku
menjadi sorotan anak anak berandalan itu. Aku sangat bersyukur karena ada
angkutan umum yang lewat. Tetapi angkutan umum itu hanya terdiam hingga
mobilnya penuh dengan penumpang. Aku mengambil telepon genggamku di saku
bajuku. JPREET! Tanpa sadar aku mengambil gambar anak anak berandalan itu.
Suara jepretan itu ternyata terdengar oleh salah satu anak yang berambut
gondrong lalu menginstruksikan untuk berjalan kearahku.
‘’PAK, PAK JALAN PAAAK!!’’perintahku dengan panik. ‘’Tunggu dek, tunggu
penuh. Penumpangnya baru adek doang nih!’’tolak sang supir. ‘’Ayolah pak’’
‘’Nggak dek, nanti saya yang bangkrut’’ tolaknya lagi. Anak anak berandalan itu
sudah hampir dekat, beberapa dari mereka menyalakan motor bersiap siap jika aku
kabur. ‘’AYO PAK, NANTI SAYA BAYAR 200 RIBU!! JALAN SEKARANG’’perintahku lagi.
‘’Bener dek?’’kata supir itu kaget. ‘’IYA PAK, JALAN!’’ ‘’Oke, dek’’ kata supir
angkot itu sembari menjalankan mobilnya.
‘’WOY WOY, KABUR ANAKNYA TUH’’teriak anak anak berandalan itu.
...
Mampus w, w bakal jadi sate kambing kalo ketangkep. Waktu w dah abis ya?
Daritadi keancem mati mulu.
...
Anak anak berandalan itu mengejar memakai motor bekas maling dan ada
yang milik sendiri. ‘’PAK PAK CEPETAN DIKIT PAK!’’ bentakku. ‘’Tambahin ya
ongkosnya?’’ ‘’IYA PAK IYA’’
...
Uang jajan w abis dah hanya gara gara beginian doang. Jajan apa w besok?
Uang kas belom w bayar lagi. Apalagi w masih punya utang sama Bang Acep.
...
‘’Neng, keknya tuh motor ngejar mulu nih, kita dah muter muter
daritadi’’kata supir angkot itu. ‘’Yee bang, kenapa nggak lewat jalan tol
aja?’’jengkelku. ‘’Yaa, nggak boleh lah neng’’.
...
Oh iya w lupa
...
‘’Yaudah, lewatin kantor polisi aja, nanti juga ketangkep. Atau nggak
lewat jalan raya deh, yang ada polisinya sama lampu merah’’ kataku lagi. ‘’Sip
neng’’. Angkutan umum yang aku naiki berjalan dengan kencang disusul oleh motor
motor yang dikendarai oleh anak anak berandalan tadi. Ketika lampu merah
berubah hijau aku memerintah supir itu untuk diam sampai lampu kuning baru
jalan. Ketika lampu hijau hampir selesai, anak anak berandalan itu turun dari
motor dan berjalan menuju angkutan umum yang aku naiki. Tetapi tepat ketika
satu langkah lagi mereka bisa menangkapku. Lampu kuning menyala, supir angkutan
umum itu menancap gasnya dengan cepat. Anak anak yang masih berada di motor
juga dengan cepat mengejar angkutan umum, tetapi mereka ditilang oleh polisi
karena tidak memakai helm dan tidak mempunyai sim.
...
Akhirnya aku bebas! Thank You God. Thanks To helping me~
...
Ketika sudah sampai dirumah, aku melempar tasku diruang keluarga. Dan
membanting badanku ke sofa yang empuk. ‘’Ayo makan dulu’’sahut Mamaku. ‘’Iya
Mama, sebentar lagi’’jawabku dengan nafas yang nggak karuan. Mamaku terlihat
sedang menghela nafas. ‘’Mama pergi dulu ya? Mama ingin bertemu dengan calon
ayahmu’’kata Mamaku yang pipinya telah merona dan berlari lari kecil keluar
rumah.
‘’Aduuuh, Mama. Udah tau aku nggak butuh ayah lagi. Udah banyak calon
ayah yang aku kenal tapi hanya mau harta benda keluarga ini’’ocehku pada
sebingkai foto Mamaku yang sedang tersenyum. ‘’Heh, ngoceh sendiri. Kesambet
apaan lu?’’sahut Kakakku David. ‘’Lo siapa? Kenal aja kagak?’’. ‘’Kok gitu
siih, adek ku sayang. Mama kan’ pasti kesepian tanpa suami, yaaa wajar dong. By
the way, masa kamu nggak kenal sama kakakmu yang ganteng ini?’’. Aku melihat
sekilas kearah kakakku yang badai keceh membahana itu dengan rasa jijik. ‘’Udah
berapa cewek yang lo tolak disekolah?’’tanyaku sinis. ‘’Yaah sedikit kok hanya
5 orang yang tanpangnya pas-pasan’’sombongnya. ‘’Lo maho? Cewek lo tolak
semua’’kataku sembari berlalu dari kakakku yang setengah kaku.
>>Skip waktu ~Sekolah~
‘’Ibu, bagaimana bu? Ini adalah anak dari sekolah kita, bu! Harus
dihukum berat’’kataku sembari memberikan handphone yang bergaleri penuh dengan
foto – foto alay temanku. ‘’Yang mana ya? Disini banyak foto foto gaya. Yang
mana yang ingin kamu tunjukkan pada ibu?’’tanya Bu Widiya. Aku mengambil
kembali handphone punyaku lalu kusentuh foto yang ingin kutunjukkan. Bu Widiya
mengambil handphoneku dari tanganku. Ia melihat dengan seksama foto itu hingga
ia menggunakan kaca pembesar yang ia ambil dari tas merah kunonya itu.
‘’Ooh iya, benar ini. Ini harus dihukum! Ngomong ngomong, anak kelas
berapa ini?’’tanya Bu Widiya sembari mengembalikan handphoneku. ‘’Ini-‘’. ‘’Bu
Widiya, anda ingin tempe bacem ini, enak loh’’tawar Bu Shinta.
...
Kalo bukan guru, dia sudah ada di
liang kubur sekarang
...
Bu Widiya mengambil sekantung penuh tempe bacem yang Bu Shinta berikan
pada Bu Widiya. ‘’Ooh, maaf. Tadi itu foto anak kelas berapa kira kira?’’tanya
Bu Widiya lagi. ‘’Itu foto-‘’. ‘’Foto apa, Bu Widiya?’’tanya Bu Shinta
penasaran membuatnya berjalan mendekati meja Bu Widiya.
...
Golok, mana golok??
...
‘’Ini foto anak anak dari sekolah kita yang nongkrong di warung tegal
pak Jaya’’jawab Bu Widiya sembari menyambar handphone yang ada digenggamanku.
‘’Ooh, hukum saja anak anak itu bu! Ngomong ngomong anak kelas berapa
mereka?’’. Mereka seksama sekali melihat foto itu, lalu dengan jari telunjuk Bu
Shinta, ia terlihat mengutak atik handphone milikku. ‘’Aku jadi ingat masa muda
dulu, saya suka modis kayak begini. Tetapi fotonya nggak jadi 4 satu foto
begini’’kata Bu Shinta. ‘’Sama bu, saya sih hanya senyum senyum saja sembari
bergaya’’senyum Bu Widiya.
‘’Maaf Ibu, bagaimana dengan anak anak itu? Diprediksi, anak anak itu
adalah anak dari beberapa anak dari seluruh kelas 8 dan anak kelas 9. Mereka
semua adalah anak laki laki. Dan kira kira ini adalah nama dan kelas yang saya
bisa prekdisikan’’jelasku sembari menyerahkan 4 lembar kertas berisikan nama
dan kelas yang aku lihat di biodata sekolah. ‘’Ooh ini, lalu bagaimana
rencanamu untuk memberantas anak anak seperti ini?’’tanya Bu Shinta. Aku
terdiam sementara.
‘’Bagaimana jika mereka dimasuki oleh klub tari tradisional, kebetulan
tari tradisional sangat sepi oleh anggota dan terancam bubar karena anggota
yang hanya 2 orang saja’’usulku. ‘’Ide bagus, akan saya umumkan di jam
pelajaran ke-5 nanti. Kamu bisa kembali ke kelas sekarang’’ kata Bu Widiya
sembari menunjukkan arah keluar. ‘’Maaf Ibu, handphone saya’’. Bu Shinta yang
sedang sibuk bermain dengan handphoneku kaget. ‘’Kan’ sekolah ini dilarang
membawa handphone yang bagus. Jadi handphone ini saya sita ya? Kamu bisa pergi
sekarang’’ kata Bu Shinta dengan nada mengusir. ‘’Ta ta pi bu?’’kataku nggak
ikhlas melihat handphoneku tetap dimainkan Bu Shinta. ‘’Ssst, nggak ada tapi
tapian. Sudah, bel masuk akan berbunyi. Atau mau, ibu hukum berdiri?’’. Aku
hanya terdiam dan berlalu menuju kelas.
...
Guru sialan
...
>>Skip waktu
Aku menteskan tetes demi tetes air mata karena handphoneku yang disita
oleh Bu Shinta. ‘’Lo kenapa, Ris?’’bingung Shifa sembari menepuk nepuk
punggungku. ‘’HP W, Shif’’. ‘’Emang kenapa HP lo?’’. ‘’Diambil noh sama guru kegenitan
ntu’’ tangisku sembari menunjuk kearah ruang guru. ‘’Siapa? Bu Shinta?’’tebak
Shifa. Aku mengangguk anggukan kepalaku.
‘’Kenapa? Emang lo salah apa?’’tanyanya bingung. ‘’Nggak tau tuh, tu
guru nggak bisa ngeliat barang bagus kali, jam tangan w yang w beli di Paris
dia embat. Katanya nanti aku diculik lah, di apa apain lah. Gila kan tu
guru’’kesalku sembari membanting botol minum Aqua yang sudah kosong.
‘’Ikhlas-in aja kali, makanya jangan deket deket sama Bu Shinta. Dah tau
orangnya kek gitu’’. ‘’Lalu w harus ngapain Shif??’’.
‘’Nelepon nggak pernah, SMS nggak pernah. Kamu maunya apa sih,
Shif’’sahut salah satu anggota cheer. ‘’Berisik lu, KAGAK TAU ORANG LAGI NANGIS
HAH?’’kesalku. ‘’Iih, orang utan lagi marah. Eh Shif, napa tu temen lu nangis
kagak jelas. Ganggu imej aja sih’’.
‘’Karin nggak boleh begitu. Kata ketua kita tuh nggak boleh ngep-bully
orang’’kata Cessa. ‘’Napa lo patuh banget sama ketua sialan itu? Udah orang
sakit sakitan, masih aja jadi ketua’’ kata Karin. ‘’Ya Tuhan, berikan lah orang
yang ngata ngatain aku diampuni dosa dosanya. Semoga IBLIS itu khilaf’’ kataku
sembari memohon pada Tuhan lengkap dengan tangan diatas. Karin yang nggak
menerima perkataan yang aku lontarkan menjambak rambutku. ‘’Lo kira ini
sinetron? Kuno lo, kalo mau BUNUH W aja sekalian’’kesalku yang hanya diam
ditempat tanpa melakukan apapun. Karin beralih memukulku dengan tangan. Cessa
dan Shifa berusaha menahan Karin dan mengantarkannya ke kelasnya. ‘’Sinting
kali ya tu anak’’
Aku terdiam tanpa kata melihat kearah jendela luar melihat hamparan
pasir yang berterbangan karena angin kencang. ‘’Anak anak yang dipanggil harap
menuju Graha-‘’
...
Biar tau rasa tuh yang ngejar
ngejar w
...
‘’Dan Clarissa Herniyati kelas 8-2 untuk segera ke Graha sekarang’’
...
WHAAAAAAAAAAAAT???
...
>>>Skip waktu
‘’Oke anak anak, berterima kasihlah pada Clarissa karena ialah yang
mengusulkan kalian agar masuk ke klub tari. Kebetulan anggota yang terakhir
sudah keluar karena alasan tertentu. Nah kalian akan mulai latihan pulang
sekolah nanti hingga jam 5.’’kata Bu Denisa sembari berlalu keluar Graha.
‘’Ooo, jadi elu yang ngelaporin kita? Nyari mati lo disini?’’kata salah
satu anak paling cungkring. ‘’Kita nggak peduli kalo lo cewek atau bukan, yang
jelas lo bakal ada di liang kubur nanti’’kesal salah satu anak bernama Kevin.
‘’Atau lo kita buang di sungai, bisa juga lo kita mutilasi terus kita buang di
berbagai tempat. Gimana? Pilih salah satu’’lanjut Kevin sembari berjalan
memojokkanku. ‘’BUNUH W aja, kebutulan w dah bosan hidup. Oh iya, ada pilihan
lebih menantang nggak? BIAR GREGET’’senyumku. Seisi Graha langsung terdiam lalu
satu persatu berlalu keluar Graha. ‘’Just go to die’’. Kevin yang terakhir kali
keluar dari graha,membanting daun pintu yang berada di pojok kanan Graha dengan
keras. Ketika semua sudah benar benar berlalu aku berteriak, ‘’WOY BANCE
HOMOOOOOO’’
>>>Skip waktu.
‘’Kita akan mencoba tari Betawi, agar mudah, kita akan menciptakan
gerakan kita sendiri untuk perlombaan’’ Oceh Bu Denisa sembari memperlihatkan
gerakan gerakan tari Betawi ciptaanya. ‘’KUNO BU!’’teriak anak laki – laki.
‘’SSt, ini perintah loh! Ayo semuanya 1, 2, 1, 2, 1,2’’. Anak laki laki yang
tidak punya pilihan langsung berdiri dan mengikuti gerakan Bu Denisa. Aku hanya
tertawa melihatnya. ‘’Ayo Clarissa, kamu juga’’ujar Bu Denisa. Anak laki – laki
tertawa kecil, sebagian melihat kearahku memasang wajah mengejek.
...
Nyari mati tu anak
...
>>>Skip waktu
Setelah latihan tari selesai, aku mengunjungi Shifa yang lagi asik
latihan. ‘’Shifa, kamu mau pulang nggak? Pulang sama sama yuk?’’ajakku. Shifa
dengan sigap menengok kearahku. ‘’Maaf, Ris. W sekarang dijemput sama mamaku. Kata anak anak, kalo
aku pulang sendiri nanti kulit aku jadi cokelat’’. Aku menengok Karin yang
tersenyum kemenangan. Aku menatapnya dengan sinis, lalu melihat kearah Shifa
lagi dan menghela nafas. ‘’Yaudah deh, bye. See you later’’ kataku yang
berjalan meninggalkan Shifa.
Aku berjalan meninggalkan gerbang, lalu aku terdiam disana seperti
patung. Kebetulan anak anak cheer sudah pulang, sebagian sudah dijemput oleh
jemputannya termasuk Shifa. ‘’Kasihan, lagi nunggu angkutan umum lewat ya? Cup
cup cup’’tawa Karin yang menenteng tas bewarna ungunya itu. ‘’Lo sendiri
ngapain? Anak mami?’’tanyaku sinis. ‘’Omaigat, lo ngomong apaan
barusan?’’katanya yang bersiap memukulku. Aku menatapnya dengan sinis.
‘’Kasihan deh, nanti nangis’’lanjutnya.
..
Banci kaleng dasar
...
>>>Skip waktu.
Semakin hari, Shifa semakin menjauhiku dan ia sudah berani memanggilku
‘Sampah’. Klub tari makin kacau. Mamaku sudah bercucur air mata kemarin karena
tahu bahwa yang ia gebet itu adalah seorang ‘BAJINGAN’. Hari ini diprediksa
adalah hari terakhir aku latihan, Bu Denisa sudah nggak mau tahu lagi, jadi
semua yang mempertanggung jawabnya adalah aku. Besok adalah hari terpenting
untuk klub tari, lomba untung ulang tahun kota Jakarta.
Ketika aku berjalan selangkah dari pintu masuk Graha, ruangan itu sudah
penuh dengan teriakan, canda, tawa. Berisik sekali! ‘’Bu Denisa mana? Kita udah
nunggu disini setengah jam! Lo juga kemana saja hah?’’kesal Desta. ‘’Lo
seharusnya senang, Bu Denisa udah nggak tahan gara gara kalian’’jawabku santai.
‘’Ooh bagus dong, kita bebas. Pulang yuk’’ajak Kevin.
‘’Lo kagak peduli besok? Lo nggak mau nggak dicap buruk sama guru guru.
Lo nggak mau jadi juara? Lo mau bikin marah orang tua lagi? Lo mau nongkrong
lagi, ngerokok minum minuman keras’’tanyaku sembari berkacak pinggang.
‘’Yaiyalah, ngapain lagi?’’kata Nakula. ‘’Kau tahu? Ngerokok itu cuman bikin
mati doang. Oh iya, seterah sih aku juga bersyukur biar Jakarta nggak terlalu
penuh dengan orang bodoh jika lo lo pada dah pada mati gara gara sebatang
rokok’’ ancamku. Semua orang terdiam, salah satu dari mereka membuang puntung
rokok yang ia hisap. ‘’Nah, buat besok bagaimana kalo kita bikin suprise buat
guru guru? Lagian kalo kita nggak latihan, kita juga wajib ikut mentas besok.
Hanya beberapa gerakan lagi, dan tarian kita akan sempurna’’kataku sembari
menyalakan musik dari speaker.
‘’W bingung, kenapa kita jadi nurut sama ni bocah yang dah bikin kita
kek gini ya?’’bingung salah satu anak. ‘’Udah nurut aja, daripada kena pentung
kek 2 hari yang lalu’’takut Desta.
...
Kapan w mentung tu anak? Oh iya
gara gara bikin bu Denisa nangis, w pentung tu bocah pake tongkat baseball.
Cepat khilaf juga tu anak
...
>>Skip waktu
Disaat pementasan, guru guru dari sekolahku termasuk Bu Denisa datang,
dan duduk di barisan kedua dari depan. Sebagian dari mereka menutupi wajah
dengan sebuah sapu tangan atau dengan telapak tangannya sendiri karena tak bisa
menahan malu jika kita akan gagal. Aku dan grupku merasa canggung dan tegang.
‘’Udah nggak apa apa, kita harus yakin kita bisa. Harus! Biar GREGET’’kataku
sembari mengulurkan tangan kananku. Anak anak itu menengok satu sama lain. ‘’BIAR
GREGET, TIM PALING GREGET, DAN ISTIMEWA. BADAI KECEH MEMBAHANA HALILINTAR
HOREEEEEEE!’’sorak kami dibelakang panggung. Sempat beberapa grup yang sudah
pentas tertawa cekikikan, ada yang tertawa hingga pingsan.
Aluna musik sudah dimulai, aku merasa grupku sudah mementaskannya dengan
benar. Walau pada akhirnya kaki terkilir dan sempat jatuh disaat alunan musik
berakhir. Semua ornag tertawa, guru guru dari sekolahku yang tadinya kagum
menjadi tak bisa menahan malu. Tetapi pada akhirnya mereka menepuk tangan
karena tiba tiba Kevin melakukan adegan romeo and juliet yang mengantarkku
keluar panggung.
‘’Vin, lo ngapain sih?’’kataku sembari melepaskan tarikan tangannya.
‘’BIAR GREGET’’jawabnya. ‘’Kalo mau yel yel bilang dong, ayo ayo. Yel
yel!’’ajak Desta. ‘’BIAR GREGET, TIM PALING GREGET, DAN ISTIMEWA. BADAI KECEH
MEMBAHANA HALILINTAR HOREEE’’
>>Skip waktu
Disaar pengumuman, hatiku berdegup kencang. Aku dah grupku bergandengan
tangan berharap grup kami menjadi pemenang. Sangat berharap. ‘’Pemenang juara
pertama adalaaaaah.... grup dari sekolah Darma 2, GRUP GREGET?’’bingung
pembaca. Aku yang sempet senang kebingungan.
...
GRUP GREGET?
...
‘’Woy, siapa yang bilang kita jadi grup GREGET?’’tanyaku. ‘’W, biar
GREGET’’ujar Dophi. ‘’Harap grup GREGET, untuk maju kedepan untuk mengambil
piala’’ kata sang pembaca. Kami ramai ramai ingin menaiki panggung. ‘’Salah
satu saja’’ujar sang pembaca. Anak laki-laki menyuruhku untuk maju untuk
menerima piala.
Aku menerima piala itu dari sang panitia. Sempat berfoto bersama. Lalu
sang pembaca untuk menyampaikan kata kata karena kemenangan yang kami capai.
‘’Tes tes. Ehm, terima kasih, bapak, ibu. Panitia, dan kalian semua. Saya
mewakili grup saya sangat senang dan bangga atas kerja keras kami yang dari 0.
Mungkin sekian dari saya. Sekali lagi terima kasih’’kataku sembari menunjukkan
piala emas berkalung emas. Semua orang bertepuk tangan termasuk guru guruku.
Ketika aku menunjukkan piala ini pada semua anak anak grupku semua sangat
senang, dan mereka mendapat kesempatan memegang piala itu satu persatu. ‘’WEE
‘’ ‘’ARE’’ ‘’THE’’ ‘’CHAMPION’’ ‘’MY’’ ‘’FRIEND’’. Disaat giliranku menyanyi,
aku lupa akan liriknya. ‘’W LUPA LIRIKNYA GIMANA???’’, ‘’W JUGA SAMA KEK ELU’’
‘’WE ARE THE CHAMPION, WE ARE THE CHAMPION. WE’RE NOT A LOSER... bener
kagak?’’tanya Desta. ‘’Auklah, TIM GREGET?’’ ‘’GREGET’’.
>>>Skip waktu
Sekarang, anak anak itu tidak berani nongkrong di WT pak Jaya, soalnya
mereka sibuk latiahan menari, sebagian bermain basket walau dari jam 1-2 mereka
latihan menari. Sekarang Shifa menjadi kapten menggantikan kapten terdahulu,
aku salut karena Shifa membuat tim Cheer lebih maju dan sekarang sudah GO
INTERNASIONAL, walau sebenarnya grupku juga sih.
Guru guru, sudah bangga dengan tim tari tradisional sekolah Darma 2. Dan
kami bangga akan itu. Kami ingin mewarnai Indonesia, bukan mengotori. Orang
orang bilang dulu kami adalah seperti Bunga Rafflesia yang berbau busuk.
Walaupun berbau busuk ia bisa berguna. Dan kami ingin meneruskan motto itu. GO
TIM GREGET! SALAM GREGET SEMUA ADIOS AMIGOS!
*perhatian itu bahasa sepanyol yang ngasal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar