Sabtu, 03 Agustus 2013

Secret Message

   Ditengah tengah rintik hujan. Aku tetap menunggu sahabatku Shiva, disebuah ladang penuh dengan bunga beraneka ragam. Sembari melirik jam tanganku yang sudah menunjuk ke angka 12. Aku berfikir, Shiva tidak akan datang dan memang menurutku tidak akan datang. Rintik rintik hujan itu makin lama makin deras. Aku memutuskan untuk pulang kerumah. Ketika aku ingin menyebrang ada sebuah truk merah besar yang diduga remnya blong (*macet). Aku terdorong hingga terguling di sebuah lubang. Aku berusaha untuk naik. Ketika aku sadar, aku sudah melihat Shiva sudah berlumuran akan darah dan truk merah yang menabrak sebuah pohon besar hingga tumbang. Shiva telah mati.
  Ketika Shiva telah siap untuk dikubur di sebuah pemakaman. Aku yang saat itu memakai baju hitam dengan celana jins hanya bisa menangis dalam kesedihan. Berharap ia kembali dan bermain bersamaku.
  ‘’Mira, ini adalah benda yang sangat berharga bagi Shiva. Ini tante berikan ke kamu’’kata Ibunya sembari memberikan sebuah telepon genggam yang berwarna merah muda dan hijau. Aku menerimanya dengan sungkan, entah mengapa ketika aku menyentuhnya. Semua kenangan terasa terulang kembali, aku benci mengenang kenangan itu ketika Shiva sudah berada di liang kubur.
Aku benci!
  Air mataku menetes di telepon genggam hijau itu. Sempat ku melirik, jasad Shiva ingin ditimbun oleh tanah dan sebuah karangan bunga. Aku menangis sembari melempar telepon genggam itu ke liang kuburnya.
  ‘’Kenapa semuanya harus terjadi? Kenapa dia harus menolongku? Kenapa ia tidak membiarkan aku mati? Aku lebih pantas mati daripada kamu, Shiv! Kenapa? JAWAB AKU SHIVA’’bentakku yang sudah bersimpah air mata. Nanda menahanku dan membawaku kebelakang kerumunan. ‘’Dia sudah tenang disana, tetapi jika kamu tidak ikhlas. Hanya akan timbul rasa sakit di hati Shiva’’kata Nanda yang ikutan menangis bersamaku. ‘’Kamu temannya yang paling berharga, Mir. Dia pengen kamu move on’’lanjutnya yang menempuk pelan kedua pundakku. Aku mengusap air mataku dengan sapu tangan yang berada di kantung celanaku. ‘’Selamat tinggal Shiva, selamanya’’
>>>Skip
  Aku terus mengurung diri di kamar rumahku. Aku tidak mau makan, dan keluar. Percuma jika aku makan jika Shiva di liang kubur membuka mata saja tidak bisa. Aku masih tidak bisa melupakan Shiva. Kenangan ini sudah tercantum dengan erat di kepalaku, semua kenangan indah dan buruk yang pernah kami alami bersama. Disaat kami tertawa dan sedih. Duka dan canda kami lewati semua dengan senyum indah yang pernah kami miliki.
  ‘’Mira, kamu sudah merapikan barang barangmu? Besok kita sudah harus pindah loh, sayang’’teriak ibuku dengan lantang yang berada di lantai bawah. ‘’Ya’’. Langsung ku merapikan semua barang barangku di lemari, kasur, meja belajar, SEMUANYA. Aku tidak sengaja melihat sebuah kardus yang berada di bawah kasur. Ketika aku mengambilnya aku tersadar jika kardus itu penuh dengan kenangan yang pernah aku alami dengan Shiva. Aku melihat satu persatu dan mengingat kembali untuk terakhir kalinya. Pikiranku kembali penuh dengan Shiva. Kuingin bersama, bermain bercanda bersamanya. Selamanya.
  Tanpa sadar aku telah berlari meninggalkan rumah menuju sebuah jembatan yang dibawahnya ada sebuah sungai yang berbatu dengan air yang cukup deras. Rintik rintik hujan turun kembali menambah derasnya air sungai yang penuh oleh batu  itu. Aku menangis melihat kenangan yang ada dipikiranku. ‘’Aku datang Shiva. Tunggulah aku disana. Maafkan aku dunia’’kataku yang ingin menaiki pegangan jembatan dengan ragu. ‘’DREEEEEEEET DREEEET’’suarang ringtone sms di telepong genggamku berbunyi. Aku terpaksa turun dan melihat apa isi pesan itu.
  Aku melirik sang pengirim terlebih dahulu, dan sedikit menitikkan air mata. ‘’Shiva?’’ Aku membaca isi SMS itu dengan pelan.
  ‘’Jangan mati’’. Aku hanya bisa tertawa kecil melihat sebuah SMS iseng yang mungkin mengganti kartunya dengan kartu yang Shiva punya. ‘’Yang ngirim siapa sih? Iseng banget. Udah tau orang mati nggak bisa ngirim SMS’’kataku sembari kembali menaiki pegangan itu. Tetapi SMS itu masih terus menjawab walaupun aku tidak menjawab SMS darinya. ‘’Aku masih ingin melihat kamu tertawa. Walaupun aku tidak bersamamu. Aku akan selalu ada dihatimu. Berjanjilah padaku jangan pernah lakukan ini demiku. Jika kamu melakukannya, semua orang yang mencintaimu akan menangis. Sama sepertimu. Kau hanya membuat mereka cemas, Mira’’. Aku terdiam lalu menangis tanpa kata. ‘’Jika kamu ada bisakah kamu menampakan diri besok di ladang bunga untuk yang terakhir kalinya?’’tangisku.
>>>Skip
  Aku menyempatkan diri sesuai omonganku di sebuah ladang bunga yang mungkin untuk terakhir kalinya. Aku berharap Shiva bisa menampakan dirinya sebelum ia benar benar naik ke surga. Telepon genggamku berbunyi kembali.
SMS!
  Dengan sigap aku lihat SMS itu dan membacanya. ‘’Maaf aku tidak bisa menampakkan diriku padamu. Tetapi percayalah aku berada disekitarmu’’. Aku kaget dan mulai menengok kanan dan kiri mencari wujud Shiva. ‘’Tolong tampakkan dirimu, untuk yang terakhir! Aku besok tidak bisa disini lagi’’isakku yang melempar telepon genggamku di sebuah semak semak. ‘’Semuanya bohong, aku menyerah’’sahut seseorang yang keluar dari semak semak. Aku menyadari gadis cantik itu sangat mirip dengan Shiva hanya saja rambutnya yang lurus terurai sebahu.
  ‘’Siapa kamu?’’bentakku. ‘’Marine, saudara kembar Shiva’’jawabnya yang memegang telepon genggam berwarna merah muda dan hijau. ‘’Iii..tu Hanphone..’’aku merasa familiar dengan telepon genggam yang ia pegang dengan erat. ‘’Ini Handphone Shiva yang asli. Aku tahu jika di pemakaman kemarin kamu akan melemparnya bukan menyimpannya. Jadi aku menyimpannya agar kamu tenang dulu. Ternyata kamu sungguh menarik seperti yang ia ceritakan padaku di luar negri. Tetapi sayangnya kamu ingin bunuh diri jadi aku gunakan handphone ini sebagai penahanmu’’jelasnya merapikan bajunya yang penuh dengan daun daun yang menempel.
  ‘’Semuanya bohong?’’tangisku. Ia mengangguk pelan sembari berjalan mendekatiku. ‘’Maafkan aku, aku tidak bisa menolongmu tanpa handphone ini. Mungkin jika aku tidak melakukan ini, kamu sudah berada di pemakaman hari ini. Bisa saja hilang entah dimana, dan badanmu akan membusuk disana’’katanya sembari  mengelus elus rambutku.
  ‘’Aku mempunyai permintaan untukkmu’’kataku yang berusaha untuk tersenyum. ‘’Apa? Katakanlah, agar bisa kuusahakan untuk mengabulkannya. Tetapi jangan berharap untuk meminta berhubungan dengan kematian, oke?’’kata Marine yang masih mengelus elus rambutku dengan pelan. ‘’Aku ingin kau menjadi temanku’’senyumku sembari berdiri menarik tangan Marine. ‘’Ya, tetapi kita ingin kemana?’’tanyanya bingung. ‘’Ladang penuh kenangan’’senyumku yang masih berlari sembari menarik tangan Marine.  
  ‘’Dear Shiva
  Di dunia , aku sudah tidak apa apa karena ada saudara kembarmu,  Marine.
Aku menulis surat ini jika kamu tidak melihatku lagi di Surga. Aku ingin  kamu tenang disana, tidak perlu khawatir jika aku akan mencoba bunuh diri lagi. Ternyata aku tidak jadi pindah rumah lagi. Dan itu tandanya aku masih bisa bermain dengan Marine. Walaupun aku tidak bisa menyusulmu sekarang. Tapi aku akan menyusulmu jika saatnya telah tiba. Berjanjilah jika aku dan Marine sudah berada di atas sana. Kita akan bermain dan bercanda bersama tanpa takut ada yang memisahkan kebersamaan kita disana.
Pertanda temanmu di dunia
Mira.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rehat

Bagi yang ngga tau, gue ngebuat komik di webtoon dengan judul 'cliche'. Komik tersebut sudah gue ulang sebanyak 3x dengan viewer yan...