Ditengah tengah rintik hujan. Aku tetap menunggu sahabatku
Shiva, disebuah ladang penuh dengan bunga beraneka ragam. Sembari melirik jam
tanganku yang sudah menunjuk ke angka 12. Aku berfikir, Shiva tidak akan datang
dan memang menurutku tidak akan datang. Rintik rintik hujan itu makin lama
makin deras. Aku memutuskan untuk pulang kerumah. Ketika aku ingin menyebrang
ada sebuah truk merah besar yang diduga remnya blong (*macet). Aku terdorong
hingga terguling di sebuah lubang. Aku berusaha untuk naik. Ketika aku sadar,
aku sudah melihat Shiva sudah berlumuran akan darah dan truk merah yang
menabrak sebuah pohon besar hingga tumbang. Shiva telah mati.
Ketika Shiva telah
siap untuk dikubur di sebuah pemakaman. Aku yang saat itu memakai baju hitam
dengan celana jins hanya bisa menangis dalam kesedihan. Berharap ia kembali dan
bermain bersamaku.
‘’Mira, ini adalah
benda yang sangat berharga bagi Shiva. Ini tante berikan ke kamu’’kata Ibunya
sembari memberikan sebuah telepon genggam yang berwarna merah muda dan hijau.
Aku menerimanya dengan sungkan, entah mengapa ketika aku menyentuhnya. Semua
kenangan terasa terulang kembali, aku benci mengenang kenangan itu ketika Shiva
sudah berada di liang kubur.
…
Aku benci!
…
Air mataku menetes
di telepon genggam hijau itu. Sempat ku melirik, jasad Shiva ingin ditimbun
oleh tanah dan sebuah karangan bunga. Aku menangis sembari melempar telepon
genggam itu ke liang kuburnya.
‘’Kenapa semuanya
harus terjadi? Kenapa dia harus menolongku? Kenapa ia tidak membiarkan aku
mati? Aku lebih pantas mati daripada kamu, Shiv! Kenapa? JAWAB AKU SHIVA’’bentakku
yang sudah bersimpah air mata. Nanda menahanku dan membawaku kebelakang
kerumunan. ‘’Dia sudah tenang disana, tetapi jika kamu tidak ikhlas. Hanya akan
timbul rasa sakit di hati Shiva’’kata Nanda yang ikutan menangis bersamaku. ‘’Kamu
temannya yang paling berharga, Mir. Dia pengen kamu move on’’lanjutnya yang
menempuk pelan kedua pundakku. Aku mengusap air mataku dengan sapu tangan yang
berada di kantung celanaku. ‘’Selamat tinggal Shiva, selamanya’’
>>>Skip
Aku terus mengurung
diri di kamar rumahku. Aku tidak mau makan, dan keluar. Percuma jika aku makan
jika Shiva di liang kubur membuka mata saja tidak bisa. Aku masih tidak bisa
melupakan Shiva. Kenangan ini sudah tercantum dengan erat di kepalaku, semua
kenangan indah dan buruk yang pernah kami alami bersama. Disaat kami tertawa
dan sedih. Duka dan canda kami lewati semua dengan senyum indah yang pernah
kami miliki.
‘’Mira, kamu sudah
merapikan barang barangmu? Besok kita sudah harus pindah loh, sayang’’teriak
ibuku dengan lantang yang berada di lantai bawah. ‘’Ya’’. Langsung ku merapikan
semua barang barangku di lemari, kasur, meja belajar, SEMUANYA. Aku tidak
sengaja melihat sebuah kardus yang berada di bawah kasur. Ketika aku mengambilnya
aku tersadar jika kardus itu penuh dengan kenangan yang pernah aku alami dengan
Shiva. Aku melihat satu persatu dan mengingat kembali untuk terakhir kalinya.
Pikiranku kembali penuh dengan Shiva. Kuingin bersama, bermain bercanda
bersamanya. Selamanya.
Tanpa sadar aku
telah berlari meninggalkan rumah menuju sebuah jembatan yang dibawahnya ada
sebuah sungai yang berbatu dengan air yang cukup deras. Rintik rintik hujan
turun kembali menambah derasnya air sungai yang penuh oleh batu itu. Aku menangis melihat kenangan yang ada
dipikiranku. ‘’Aku datang Shiva. Tunggulah aku disana. Maafkan aku dunia’’kataku
yang ingin menaiki pegangan jembatan dengan ragu. ‘’DREEEEEEEET DREEEET’’suarang
ringtone sms di telepong genggamku berbunyi. Aku terpaksa turun dan melihat apa
isi pesan itu.
Aku melirik sang
pengirim terlebih dahulu, dan sedikit menitikkan air mata. ‘’Shiva?’’ Aku
membaca isi SMS itu dengan pelan.
‘’Jangan mati’’. Aku hanya bisa tertawa kecil melihat sebuah SMS
iseng yang mungkin mengganti kartunya dengan kartu yang Shiva punya. ‘’Yang
ngirim siapa sih? Iseng banget. Udah tau orang mati nggak bisa ngirim SMS’’kataku
sembari kembali menaiki pegangan itu. Tetapi SMS itu masih terus menjawab
walaupun aku tidak menjawab SMS darinya. ‘’Aku
masih ingin melihat kamu tertawa. Walaupun aku tidak bersamamu. Aku akan selalu
ada dihatimu. Berjanjilah padaku jangan pernah lakukan ini demiku. Jika kamu
melakukannya, semua orang yang mencintaimu akan menangis. Sama sepertimu. Kau
hanya membuat mereka cemas, Mira’’. Aku terdiam lalu menangis tanpa kata. ‘’Jika
kamu ada bisakah kamu menampakan diri besok di ladang bunga untuk yang terakhir
kalinya?’’tangisku.
>>>Skip
Aku menyempatkan
diri sesuai omonganku di sebuah ladang bunga yang mungkin untuk terakhir
kalinya. Aku berharap Shiva bisa menampakan dirinya sebelum ia benar benar naik
ke surga. Telepon genggamku berbunyi kembali.
…
SMS!
…
Dengan sigap aku
lihat SMS itu dan membacanya. ‘’Maaf aku
tidak bisa menampakkan diriku padamu. Tetapi percayalah aku berada disekitarmu’’.
Aku kaget dan mulai menengok kanan dan kiri mencari wujud Shiva. ‘’Tolong
tampakkan dirimu, untuk yang terakhir! Aku besok tidak bisa disini lagi’’isakku
yang melempar telepon genggamku di sebuah semak semak. ‘’Semuanya bohong, aku
menyerah’’sahut seseorang yang keluar dari semak semak. Aku menyadari gadis
cantik itu sangat mirip dengan Shiva hanya saja rambutnya yang lurus terurai sebahu.
‘’Siapa kamu?’’bentakku.
‘’Marine, saudara kembar Shiva’’jawabnya yang memegang telepon genggam berwarna
merah muda dan hijau. ‘’Iii..tu Hanphone..’’aku merasa familiar dengan telepon
genggam yang ia pegang dengan erat. ‘’Ini Handphone Shiva yang asli. Aku tahu
jika di pemakaman kemarin kamu akan melemparnya bukan menyimpannya. Jadi aku
menyimpannya agar kamu tenang dulu. Ternyata kamu sungguh menarik seperti yang
ia ceritakan padaku di luar negri. Tetapi sayangnya kamu ingin bunuh diri jadi
aku gunakan handphone ini sebagai penahanmu’’jelasnya merapikan bajunya yang
penuh dengan daun daun yang menempel.
‘’Semuanya bohong?’’tangisku.
Ia mengangguk pelan sembari berjalan mendekatiku. ‘’Maafkan aku, aku tidak bisa
menolongmu tanpa handphone ini. Mungkin jika aku tidak melakukan ini, kamu
sudah berada di pemakaman hari ini. Bisa saja hilang entah dimana, dan badanmu
akan membusuk disana’’katanya sembari
mengelus elus rambutku.
‘’Aku mempunyai
permintaan untukkmu’’kataku yang berusaha untuk tersenyum. ‘’Apa? Katakanlah,
agar bisa kuusahakan untuk mengabulkannya. Tetapi jangan berharap untuk meminta
berhubungan dengan kematian, oke?’’kata Marine yang masih mengelus elus
rambutku dengan pelan. ‘’Aku ingin kau menjadi temanku’’senyumku sembari
berdiri menarik tangan Marine. ‘’Ya, tetapi kita ingin kemana?’’tanyanya
bingung. ‘’Ladang penuh kenangan’’senyumku yang masih berlari sembari menarik
tangan Marine.
‘’Dear Shiva
Di dunia , aku sudah tidak apa apa karena ada
saudara kembarmu, Marine.
Aku menulis surat ini
jika kamu tidak melihatku lagi di Surga. Aku ingin kamu tenang disana, tidak perlu khawatir jika
aku akan mencoba bunuh diri lagi. Ternyata aku tidak jadi pindah rumah lagi.
Dan itu tandanya aku masih bisa bermain dengan Marine. Walaupun aku tidak bisa
menyusulmu sekarang. Tapi aku akan menyusulmu jika saatnya telah tiba.
Berjanjilah jika aku dan Marine sudah berada di atas sana. Kita akan bermain
dan bercanda bersama tanpa takut ada yang memisahkan kebersamaan kita disana.
Pertanda temanmu di dunia
Mira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar